Jumat, 08 Juli 2011

IT WILL BE YOU

Ingatanku terlempar seketika, jauh sekali.

Melewati lorong-lorong panjang yang tidak ada penerangan sama sekali. Ingatanku terus berjalan, tiba-tiba terdengar begitu banyak suara, aku kenal beberapa suara itu. Kata-kata yang terdengar cuma ejekan dan makian.

Ingatanku sekarang berlari sambil menutup kedua telinganya.

Terus berlari.

Sorotan cahaya mengenaiku seakan-akan aku berada di sebuah panggung teater yang besar dan akulah senimannya, seandainya seperti itu. Nyatanya sorotan itu mengarah kepadaku layaknya seorang pidana yang berusaha lari dari penjara namun tertangkap basah.

Sinarnya kuat sekali sampai mataku mengaku kalah dan akhirnya terpejam dengan dahiku yang kurasakan mengernyit. Apa ini! Kemarahanku mulai terpancing keluar dari muaranya. Ingatanku merangkak pelan melawan sorot itu. Perlahan meredup. Sekarang mataku bisa terbuka namun kembali di kegelapan. Dua tempat yang sangat berbeda tapi sebenarnya sama saja, tetap saja aku tidak bisa melihat apa-apa. Saat terang itu mengenaiku begitu kuat dan besar sampai aku tidak bisa melihat apa-apa dan kupejam kedua mataku. Di kegelapan ini kedua mataku terbuka, terjaga erat namun tetap saja aku tidak bisa melihat apapun. Tak ada yang bisa kusentuh, tak ada yang bisa aku rasakan.

Kali ini aku berjalan linglung di tengah kegelapan dan kesunyian. Claustrophobia mulai melanda pikiranku. Ingatanku ketakutan. Terus melangkah. Aku merasa ada yang merembes ke kakiku. Air, genangan air. Ingatanku mencium bau yang aku kenal, wangi yang aku sukai. Setidaknya aku bisa merasakan ketenangan sesaat karena wangi itu. Wangi itu kubiarkan terus membawa langkahku maju. Wanginya semakin memudar, aku berlari ke depan. Aku pikir dapat mengejar wangi itu namun semakin aku kejar semakin menghilang dari ujung penciumanku. Tiba-tiba kurasakan dadaku sesak sakit sekali entah mengapa tanpa permisi airmataku pun mengalir jatuh ke tanganku. Aku tidak mengerti, begitu pula dengan ingatanku. Hanya bisa merasakan seperti kehilangan sesuatu yang paling berharga. Seseorang.

Tidak mungkin ingatanku berhenti di tengah kegelapan ini dengan linangan airmata. Meskipun ingatanku juga tidak bisa memastikan bahwa aku akan menemukan akhir dari perjalanan ini. Lebih baik mencoba daripada berhenti. Ingatanku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Di tengah kegelapan yang sama sekali tidak bisa diketahui apa yang ada di samping, depan, belakang, atas, dan di bawahku.
Kudengar sayup-sayup yang bergema, ingatanku memastikan itu adalah suatu melodi yang indah.

Langkahku melebar mendekati sayup yang sekarang sudah jelas terdengar. Petikan gitar yang tak asing bagiku, menyambung indah satu suara yang berat namun menenangkan berjabat mesra dengan alunan petikan hingga menjadi lagu yang indah. Lagu itu bercerita mengenai cinta yang kekal yang selalu ada untuk yang dicintainya meskipun yang dicintainya tidak mencintainya. Airmataku menetes lagi. Sebenarnya ada apa ini! Tapi kali ini dadaku tidak sesak namun lega.

Semuanya berulang-ulang memusingkanku. Aku bingung. Aku menyerah. Aku menyerah.

Hangat. . .

Ingatanku merasakan sesuatu yang hangat di seluruh tubuhku. Hangat dan nyaman. Ingatanku bukannya tidak mau untuk tahu apakah gerangan yang membuat tubuhkku sehangat ini, tapi ingatanku hanya ingin merasakan kehangatan dan kenyamanan ini. Tidak ada yang membuatku ingin menggantikannya sehingga aku bersedia tidak bergerak sedikitpun supaya kehangatan ini tidak lari menjauh dariku. Saking nyamannya, mataku terpejam dan ingatanku merasakan tepian bibirku mengembang, aku tersenyum kecil. Nyaman sekali di saat aku sudah menyerah dan lelah akan semuanya.

Perlahan kucoba untuk membuka mataku dan semua inderaku, berharap semuanya terjawab. Tangan itu besar sekali, dia merengkuhku. Aku di dalamnya. Usapan di kepalaku dan kecupan di dahiku sangat tulus terasa. Wajahnya tidak jelas, tapi semuanya terlihat lebih besar dariku. Aku samar-samar melihat bibirnya yang berwarna merah kehitaman itu tersenyum padaku dan berusaha mengeluarkan kata-kata yang tidak kumengerti. Aku merasa ada sesuatu yang ingin sosok besar itu katakan padaku. Kuambil ide untuk membuka kamus ingatanku mencari-cari kata-kata apa yang cocok untuk isyarat bibirnya.

Kutemukan sesuatu. Biarkan aku berusaha mengejanya.

I – N – I – P – A – P – A

Sekarang aku sungguh sadari bahwa aku menangis dan merindukannya. Dia yang aku mau. Tapi, apa Dia tahu aku juga ingin mengatakan begitu rindunya aku akan rengkuhan itu. Betapa lamanya tidak kurasakan lagi cengkrama kita. Kapan kerutan di wajahmu itu mulai ada. Di atas semua itu, aku hanya mau Kamu peluk tidak untuk yang terakhir kali tapi untuk kubawa seterusnya sampai dunia ini selesai.


Ruang mimpi, September 4, 2009 (by:zhao wei)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar