Jumat, 08 Juli 2011

DI MANA MALIOBOROKU?

Masih cantik.

Begitu lama tak kuperhatikan keadaan Pipi. Cat di bagian mesinnya seduah mengelupas semua. Padahal dulu kelupasannya masih kecil-kecil. Terlalu melewatkan keberadaannya sendiri dengan mengatasnamakan kesibukan dan tuntutan waktu. Entah berapa lama lagi kami akan hidup bersama. Berlari bersama. Berteriak riang bersama. Melaju bersama dengan musik di telingaku dan suaraku di telinganya. Malam ini aku menangis lagi di hadapannya untuk kesekian kali namun sudah lama aku tidak melakukannya. Pipi hanya diam.

Kutarik nafas dalam-dalam lalu perlahan kuhembuskan seraya memegang alat yang bisa menghubungkanku dengan seorang mama di ujung sana, aku mendengar suaranya. Pipi tetap diam melihatku dengan bingung karena sekarang aku menangisi suara yang berbicara lembut padaku di ujung sana. Mama yang menasehatiku. Sebelumnya tak kupastikan bahwa mama bisa membantuku untuk masalahku ini karena aku pikir Beliau kurang mengenaliku sebagai seorang manusia bukan seorang anak.
Pipi menguping pembicaraanku dengan mama, padahal aku sudah duduk agak menjauh darinya. Duduk di balkon samping warung snack, depan Apotik. Pipi melenggang parkir pas di depan warung snack. Tapi aku bisa merasakan tatapan Pipi yang tahu apa pembicaraanku. Dasar nakal.

Setelah jempolku menekan tombol merah disebelah kanan, terputuslah jaringan suara mama dan aku. Sekarang aku harus menghadapi Pipi yang aku tahu akan lansung menyambarku dengan berbagai pernyataan dan pertanyaannya.

Hfffff…..hffffff…...(menarik dan menghela nafas mode on)

Tak lama berselang, Pipi menatapku sambil berkata,” Kamu mau ke mana?” Dan aku menjawab,”Aku pengen banget ke Malioboro.”
“Mau ngapain ke Malioboro?”

“Gak tau.”

“Mau pake apa ke Malioboro? Mau berapa lama kira-kira sampai ke sana? Sudah tahu mau lewat jalan mana?”

“Ya, sama kamu lha, Pi. Targetku ya sekitar 2 bulan perjalanan dari sini sampai sana. Kalau lewat jalan biasa ramai sekali, sekarang aku pengen jalan yang jarang dilewati orang tapi jalannya aman juga.”

“Okay kalo mau pergi sama aku, tapi mesti cek kesehatanku dulu. Dan satu lagi, kamu jangan lupa bawa peta, ya karena kita akan memulai petualangan baru dengan melewati jalan-jalan yang baru untuk sampai ke Malioboromu itu sesuai waktu yang diinginkan.”

“Kamu gak takut tersesat bersamaku, Pi?”

“Kita gak akan tersesat kalo kamu sudah yakin bahwa Malioboromu itu benar-benar ada. Palingan kita bakal muter-muter tapi toh akhirnya kita sampai juga di sana. Mungkin akan kehabisan bensin dan ban bocor tapi semua bisa diatasi karena banyak banget tambal ban dan Pom bensin di pinggir jalan.”

“Pi, sebenarnya aku gak berpikiran mau ke Malioboro. Pikiranku terlalu jauh, ibarat kamu ngebut di jalan dengan kecepatan 100km/jam, kakimu sudah kelihatan tidak menapaki jalanan aspal. Tidak terkontrol oleh kesabaran dan kerendahan hati untuk menerima kecepatanmu sampai 80km/jam saja maksimalnya.”

“Lalu apa yang kamu tangisi dan kamu pikirkan?” Tanya Pipi padaku dengan lembut dan penuh cinta yang tulus. (sentimental mode on).”Tuhan memberikan jamuan Kopi yang sama untuk setiap manusia hanya gelasnya saja yang berbeda. Ada gelas plastic, ada gelas kaca, gelas dari Kristal sampai mug kecil yang terbuat dari tanah liat pun ada. Beragam, Wei. Tapi, semuanya itu tidak bisa mengukur rasa kopi itu sendiri. Kopi itu kehidupanmu. Dan gelas-gelas itu hanyalah baju, uang, dan lainnya. Kamu tidak perlu terlalu jauh berpikir akan gelas-gelas itu, tapi pikirkanlah di mana kamu akan minum kopimu itu. Di Malioboro mana kamu akan berhenti dan meminum kopi hangatmu dengan santai? Itulah kehidupan untukmu, Wei.”

Aku terperanjat dan telingaku mendengung. (Tertohok mode on). Aku bingung …

Darimana datangnya nasehat yang begitu indah dari sesosok motor 2 tak. Pipi. Terima kasih Pipi atas semuanya. Aku akan berusaha. Dan tetaplah menemani dan setia mengantarku bersama roda-rodamu dan mesin tuamu yang begitu tulus mencintaiku.


P. S : Di mana Malioboromu?


Malioboroku, October 13th,2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar