Jumat, 08 Juli 2011

ck...ck...ck

Pukul . . .

Saat ini ditunjukkan oleh jarum pendek yang berada di antara angka enam dan tujuh, jarum yang lebih panjang darinya berayun berirama sealur dengan jarum ketiga yang dikenal dengan detikkannya. Tidak aku sebutkan waktu itu tepatnya jam berapa karena memang tidak ada jam yang tepat menunjukkan sesosok waktu, setiap jam diatur oleh setiap orang yang berbeda. Setiap orang berbeda menafsirkan waktu mereka. Ada yang suka dengan jam yang lebih cepat dibandingkan dengan waktu pada jam temannya dan juga ada yang memperlambat waktu pada jamnya. Entah untuk alasan apa. Semua orang berbeda. Dan salah satu hal yang tidak pasti bagiku di antara banyak ketidakpastian di hidupku adalah waktu.

Okay, sudah dulu untuk membahas masalah waktu. Yang pasti aku duduk di dipan yang berderik ketika aku mau menduduki dan bergerak sedikit saja di atasnya. Dipan itu hanya salah satu tempat duduk yang diperuntukkan oleh Omahyoga.Tempat yang sering aku kunjungi.

Omahyoga . . .

Terpikir sebagai suatu tempat untuk berelaksasi, iya kan? Hanya karena ada kata Yoga yang untuk masa sekarang katanya bisa membuat pikiran kita fresh. Yang pasti aku belum pernah mengikutinya. Kesimpulannya aku bukan di tempat yang menawarkan padaku kegiatan Yoga. Lebih pada menjadikanmu sebagai anggota yang mengasihi dan mencintai makhluk hidup yang lain selain makhluk yang mengaku memiliki akal budi namun selalu tak menyadari bahwa perilakunya lebih sering menunjukkan tidak berbudi. Contohnya aku. Tenang, aku tidak mengelak. Dan sekarang aku tertawa geli waktu menulis kalimat tadi. Kesadaran yang memalukan. Omahyoga menawarkan makanan yang tidak ada unsure Hewani. Rumah makan vegetarian. Aku menyukai tempat ini bukan karena aku juga vegetarian tapi aku mencoba untuk vegetarian. Coba cerna kalimat itu. Sudah? Mengerti? Aku juga tidak mengerti.

Geleng-geleng.

Begini, aku mempelajari sesuatu dari huruf kanji Cina. Pinyin itu adalah Rou chi rou. Yang artinya adalah daging makan daging. Aku belum pernah mendengar pengertian itu selain jeruk makan jeruk. Setelah ada beberapa teman yang menjelaskan padaku dari mulai bidang yang menyangkut perasaan menuju bidang science dan sampai pada tahap yang berbau rohani. Bagaimana perasaan ayam dan teman-temannya yang lain yang tidak bisa berkata pada kita rasanya disembelih? Apa sama sekali kita tidak ada perasaan bersalah? Pastinya aku ada perasaan bersalah. Lanjut pada berberapa pertanyaan menyangkut perasaan. Dilanjutkan pada tahap science, yang mengatakan bahwa struktur gigi dan usus kita sebenarnya menunjukan kita adalah herbivora.

Nah, sampai pada tahap dalam lingkupan rohani. Contohnya, dalam suatu paragraph dikatakan bahwa Tuhan memberikan kepada kita segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, itulah yang menjadi makanan kita. Tetapi pada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, diberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. Begitulah yang diperdengarkan padaku salah satu bagian dari paragraph mengenai Kejadian. Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku dan pastinya benakmu juga. Aku memahami segala yang dijelaskan oleh temanku. Setidaknya aku mencoba dan melakukannya. Sekaligus upaya untuk menghemat jatah uang bulanan anak kost sepertiku. Tak lupa juga menjadi keuntungan untukku menurunkan berat badanku. Aku rasanya mau tertawa saat menuliskan hal ini. Jadi ketahuan kalau aku sedikit kurus banyak gemuknya. Sekarang aku tak hanya mau tertawa tapi memang sedang tertawa.

By the way, makananku yang kuharapkan datang belum datang juga dan yang datang adalah satu laki-laki yang membawa gitarnya yang kupastikan itu tidak disetel dulu senarnya. Disusul seorang laki-laki lagi yang langsung berdiri disampingku dan mendoakanku supaya sukses tapi jika aku memberikannya uang minimal seribu. Itu yang bisa aku tangkap dari kalimat doanya. Aku tak merasa aku seorang artis tapi hari itu bisa dikatakan aku menjadi orang yang sering dikunjungi orang-orang dan sekarang yang berdiri di sampingku adalah seorang ibu yang menggendong anaknya menjulurkan tangannya ke arahku dan temanku yang posisinya duduk di hadapanku. Ndoel, biarkan aku perkenalkan nama temanku itu pada kalian. Sopan santun. Aku berpikir, apakah dengan aku pindah tempat duduk yang agak berada lebih dalam semuanya akan berkurang dan aku menjadi orang biasa bukan lagi seorang yang artis dalam pemaknaanku sendiri.

Pindah tempat duduk.

Baru sekitar beberapa detik duduk, sekarang tidak hanya orang-orang dewasa yang ingin bertemu denganku tapi seorang anak kecil menadahkan tangannya tepat di hadapan wajahku. Berlalu adik kecil, sekarang seorang yang laki-laki namun tidak suka saat dipanggil ‘mas’. Dengan pakaian rok pendek dan suara agak berat dia bernyanyi dan pada akhirnya tempat tadahan uang dari potongan bawah botol air mineral ditujukan sekarang bukan di depan wajahku tapi di antara mata kanan dan telingaku. Alhasil jika kuhitung dengan harga makanan yang kami pesan itu sudah bisa membayar setengahnya.

Kami pengunjung di sana khususnya aku dan Ndoel, bukannya tidak tulus, tapi sekarang aku bingung apakah aku bisa tenang karena dari sebelum makanan datang sampai makanan kami masuk semua ke dalam perut sesibuk itu pula tadahan-tadahan menghampiri kami. Bukan juga pelit tapi kami memang harus dengan tegas mengangkat tangan kami menandakan kami tidak bisa memberikan uang pada kalian. Akhirnya, perut kenyang namun hati tambah lapar sampai membuat pikiranku tenggelam antara gerbang emosi dan usaha penenangan diri dengan menyelami pemaknaan dalam kehidupan orang-orang tadi. Aku mengambil keputusan untuk cepat meninggalkan tempat itu dan terpaksa merebut waktu Ndoel yang sedang membaca majalah untuk segera ‘cabut’ dari tempat itu.

Aku perlu aroma terapi.

Aku ambil langkah-langkah memasuki suatu Plaza yang didalamnya aku yakin ada yang menjual aroma terapi, aku membutuhkannya. Setelah bertanya-jawab dengan penjualnya maka aku memutuskan untuk membeli aroma terapi yang bertuliskan MAC CHAMPA. Ku bawa pulang dengan perasaan agak tenang karena setelah sampai kos aku akan menaruhnya di atas tatakan kecil dan tiduran dengan aroma yang akan membawa pikiranku ke arah yang hanya bertuliskan bebas hambatan.

Di Kamar kos.

Dengan semangat ku taruh semua bunga kering yang beroma terapi itu dengan harapan yang besar bahwa akan aku dapatkan juga aroma yang semerbak. Tebak! Aroma itu hanya bisa tercium jika hidungku berjarak kira-kira 4cm dari benda itu. Oh! Aku mendapatkan diri bahwa sekarang aku tidak lagi berdiri di antara gerbang emosi dan gerbang penenangan diri tapi memang sudah masuk ke dalam dunia emosi. Aku emosi. Ku sadari mulutku bergumam tidak jelas. Sekarang aku berjalan terus menapaki jalur kepasrahan dengan didampingi setia oleh tawa kecil Ndoel yang melihatku di jalur kecewa.
Dasar nakal. Dia menertawaiku.

Hari ini berawal pada posisi dan ditengahi oleh asumsi lalu berakhir pada emosi. Melelahkan. Sadar, yang aku butuhkan hanya tidur.

Zzzzzzzzz . . .



on Thursday, August 20, 2009 at 11:12am

Tidak ada komentar:

Posting Komentar