Jumat, 08 Juli 2011

Perjalanan katanya...

Kulihat waktu semakin berlari kencang meninggalkan ragaku.
Aku bukannya tidak mencoba untuk berlari...

Aku berlari namun terasa begitu lamban.

Pikiranku berputar cepat sekali menafsir begitu banyak hal akan kehidupan.
Senyum dan lelah pun kian berganti.
Tidak ada yang perlu disesali.

Pernahkah berpikir terkadang kita terlalu sibuk untuk memikirkan sesuatu
tanpa menggunakan kepolosan hati.

Yang aku ingini hanya sebatas pikiran dan dunia.
Siapa lagi yang akan memandang keinginan hatiku?
Kalau seorang aku pun mengabaikannya?

Sewaktu kecil, banyak orang berkata,"gapailah cita-citamu setinggi langit"
Namun ironisnya...
Saat kamu mulai dewasa begitu banyak sosok yang berkata,"Jangan terlalu berharap tinggi, kalau jatuh... sakit"

Teman, itu hanya segelintir dari masalah-masalah kehidupan ini.

Bukan pula semua masalah harus kita renungi sampai pikiran membeku.

Bukan itu.
Sama sekali bukan itu.

Ada hal yang jauh lebih penting yang bisa kita lakukan untuk dunia.
Mulailah dari diri kita ini.

"Lakukanlah semua yang akan kita lakukan dengan hati."



P.S: kadang kita butuh waktu untuk mendengarkan suara hati. Salam hangat.-Wei



on Wednesday, June 22, 2011 at 12:33pm

N.C

...kamu...

layaknya langit...
begitu banyak orang yang menyukai langit.
begitu banyak orang yang ingin menyentuhnya.

begitu juga aku.

dan mungkin langit itu ingin mendekap dirinya sendiri...
namun lupakah dia akan satu hal?

dia tidak bisa disentuh ataupun didekap.

...langit...

adakalanya untuk melihatnya saja tidak bisa, terlalu terang.
adakalanya pula langit membiarkanku melihatnya lebih baik saat kegelapan itu ada...malam hari.

langit memberikanku hujan...namun dia juga seperti lapisan yang menjagaku dari terik kehidupan.

...mereka...

berkata bahwa aku tidak akan bisa seiring dengan langit.
kata mereka...itu hanya impian semata.
kata cinta...itu akan menyakitkanku.

...dan aku...

kutanggalkan semua harga diriku,
semua penat yang kumiliki,

"aku menyayangimu lebih dari yang kamu pikirkan. Lebih dari kebohongan dan sakit yang ada."

"bisakah untuk tidak menjadi langit dan membiarkanku untuk meraihmu lebih dekat lagi?"

P.S: do you want to be "real mine"?

on Thursday, April 14, 2011 at 10:07am

Pero Me Ancuerdo De Ti

19 September 2010

Pero Me Acuerdo De Ti . . .
Lagu itu yang sama sekali baru dan sangat orisinil masuk ke telinga dan mengalir bersama waktu dan darahku. Bukan lagu baru, kupikir, karena itu kumpulan lagu yang lama ter-save di laptopku, folder yang bertuliskan “Christina Aguilera”, iseng-iseng ku buka foldernya dan kutekan “control-A” lalu klik mouse kanan lalu memilih “enqueue in winamp”. Sampai akhirnya dari semua lagu ada satu lagu yang dari awal sudah mengusikku, kudengarkan perlahan, lama kumainkan dan berulang-ulang dengan menyetelnya ‘repeat-track’, ada rasa yang sangat menusuk saat mendengar alunan ini. Bukan, bukan karena aku bisa mengerti artinya tapi sepertinya ada yang menyentil perasaanku .

Kunikmati terus menerus . . . lagu itu . . .

Berpikir… Buntu.

Entah berapa akan berapa kali kubiarkan dia mengalun, mungkin sampai pagi nanti. Menemaniku dalam pikiran yang hampa. Hampa? Wait . . .

Kalau hampa bukannya harusnya benar-benar kosong tanpa ada apapun, tapi ini beda, seperti ada bayangan. Tapi aku masih tidak bisa melihatnya dengan jelas, sulit sekali menyibak tabir di otak ini! Biasanya gampang sekali! Kali ini, tidak.

… … …

“Sudahlah sudahlah, aku harus mengetik tugas buat kerjaku besok, jadi lebih baik jangan aneh-aneh malam ini. Mungkin juga ini gara-gara factor hormone cewek yang bentar lagi mau haid.” Kataku dengan lemah dengan diakhiri hembusan yang aku tahu tidak melegakan.
Ku coba mengetik dan terus mengetik tapi rasanya sama sekali tidak ada -feel-. Ku hentikan tarian jemariku. Dengan mata masih menatap layar dan tanganku masih bertumpu di atas keyboard.

Bengong.

“Huh, apa sich maksud tuch lagu, bikin orang linglung aja nich malem!” omelku pelan sambil memonyongkan bibir yang gak tau deh emang udah monyong apa belum dari asalnya.

Tapi sungguh tidak ada niat sama sekali untuk mengalihkan ke lagu lain. “Rasanya seperti merindukan seseorang, tapi entah siapa. Seperti kehilangan sesuatu, dari dalam, tapi gak ngerti itu apa. Mau bertanya dan ngejelasin apa yang aku rasain, -but- gimana?Aku juga gak tahu dari mana mulainya dan bagaimana ngejelasinnya,” gumamku pelan.


Siapa-Apa-Mengapa . . .
#Pero Me Ancuerdo De Ti#

November's Tear

aku berada di duniamu.
entah mau kamu bawa ke mana...

aku tinggalkan sedikit ruang hatiku untuk diriku.
aku hanya menempati sedikit, hampir semuanya untukmu...

ku sisihkan waktuku untuk memperhatikanmu.
apa kamu sadari semua?

aku bahagia mendengar tawamu.
walaupun tawa itu bukan untukku.

aku terus melapangkan dada untuk berada di antara mereka.
meski hatiku terasa sakit...

aku mencoba bertahan.
aku berpikir mungkin kamu akan serius hanya denganku.

aku mengambil jalan seorang manusia bodoh untuk yang kedua kalinya.
kamu akan tertawa mendengarnya, namun aku jujur.

semua terserah pada hatimu.
pada cintamu.
dan pada pikiranmu.
hanya kamu yang tahu sampai kapan cinta itu akan berpihak padaku.

tapi tolong jangan sampai cinta itu ada, saat aku mulai melangkah pergi perlahan dari bayangmu.

november rain

someway, you make me feel like im the one.
but i know, you dont think so.

i know, im not perfect.

i could not be in your place.

i am not someone that can hold your arms everytime.

im not someone who could showed to your friends.

you need someone who have ice heart when you leave her then she will always be okay.
honey, i dont have a heart that can stand when your love is just a game.

when first we started to all of these momments, i tried...try to understand, where my position is in your heart.

i asked you, you said, you love me.
i dont think so.

it doesnt mean i dont believe in you.
coz its so like a game.
the game that i can not play it.
im not expert in this game.

you need someone who is expert in this game.
may be someone who used to play a game like this.

im just a girl.
who has a fragile heart, and so weak...when your love dissapears, it will breakdown anyway...in a thousands pieces.

i just dont understand.
do you know, i really love you?
honey, when will you feel like the way i feel?
honey..


on Thursday, February 10, 2011 at 1:00pm

Bangka

tempat...

aku teriak untuk pertama kalinya.
bukan karena ketidaknyaman tapi karena aku senang.

aku mengenal kata~kata.
bukan karena aku suka dengan bahasa tapi karena aku cinta.

aku merangkak, tertawa, berjalan dan berlari.
bukan karena aku punya rencana tapi karena bangka percaya padaku.

udara...
cinta...
dan
cerita...
semuanya berbeda dengan tempat apapun yang paling indah dunia sebutkan.
bukan karena bangka berlian di dunia, tapi lebih dari itu...

Kristal di hatiku.
terpatri utuh tanpa cacat.

dia mengajariku arti kebebasan.
membimbingku di saat aku harus memilih dalam kehidupanku.

tempat yang akan kutukarkan dengan harta dunia...hanya untuk kembali padanya.

...jauh melebihi itu...
kau memiliku.

till now its still red

"you said, that
you wanted her
to be your
girlfriend.

Although it will
hurt you, waiting
for an abrupt end.

i said, i'll be
waiting list in
your game.

Although it will
hurt me, waiting
for an abrupt end.

I called your
name, but you called
her name.

Its like there
is no umbrella to
keep us as one
under rain of
love.

just me,
the one who is standing under that love.
just one love from me to you.

How did you make me love you, just in the first sight we met?
coz, im not kind of girl thats easy to love someone.

Why did you make me blame myself, just because i cleaned my brokenheart with a bottle of beer for a while?

You started to hate me.

Even you never know me.
Dont know about the fact, CLEARLY~

Now, when you are back into her arms...im washing my pain, i hope it will be white again.
it is going to be white again, but for this second, its red.

~october 20, 2010~
my office, AEC.

shmily ey'now

Siluet senja memiliki lukanya sendiri.

Belum pernah kupercaya ada sebuah belati,

yang terhunus tepat di sebuah kubu hati.

Hati Sang Senja.

Senjaku . . .
Andai diberikan kesempatan untuk membalut lukamu,

Aku takut kasa kasihku tidak terlalu hangat untuk menghentikan darahmu.

Aku merasa, aku belum dan tidak akan pernah terampil merawat lukamu.

Karena kamu masih berlutut di sana.

Kamu bisa berkata bulan pernama itu indah,

Apalagi saat bersanding dengan bintang di sisinya.

Tapi aku juga mengerti,

Di saat yang sama hatimu semakin teriris.

Aku punya luka sendiri.

Satu hal yang tidak aku mengerti,

Saat membaca lukamu, aku tidak pernah ingat kalau aku pun punya luka.

Hanya ingin, memeluk dan mengelus rambutmu seperti anak kecil.

Dan berkata,
“Ada aku di sini, jangan takut untuk mencintai. Layaknya aku menyayangimu tanpa takut akan terluka karena mencintaimu.”


Rain's room, September 23, 2010
Jakarta
-Zhao Wei-

gelas retak

ada cerita yg blm
selesai.
dibiarkan teronggok seperti
sebuah sampah.
kukira juga sampah.
yg kan terurai seiring waktu.
ternyata salah.
itu gelas yg retak.
tergeletak.
terngiang namanya, memekak.
kupikir jg aku sdh terbiasa dgn
berbagai rasa.
aku salah lagi.
benar kata seorang teman.
"kamu masih mencintainya, miss
Tan."

~wei~
oct 10, 2010
~3months after i met you~

rain of sparks

I thought,
i am a piece now!
but,
at the moment...
i realize that i am not!
coz'
there is a big black hole in my mind~
there is your shadow.
Still have...

it's like
kissing the earth with breathing for th esky.

it's like
holding heaven with devil besides me.

it's almost like
loving someone with tears in my hands.

i am always
searching for the answer
to kill that blackhole.

i am still
seeking for my footprints
to live my newlife with the truth.

something that i needed for all~
just somewords that make me feel
"okay, thats finish. there's no mist behind me."

~wei~oct 10th,2010.

tak terlihat

Sebuah rasa singgah di hati ini,
tapi tak kan pernah engkau lihat.
Setulusnya kasih yang tersusun rapi,
namun takkan ada yang terpahat.

Seuntai cinta yang terbawa darah mengalir ke jiwa...

Selirih kata, kupendam semua rasa yang nyata.

Gemerisik angin begitu syarat tentang aku saat memperhatikanmu tanpa pernah kau tahu...
Gelak tawaku~seakan menutupi dan membuat semuanya tak terlihat.

Aku bagai aktor yang piawai memainkan perannya.
Aku layaknya berdusta dengan tangan tertelungkup, sujud berdoa.

Semua tak terlihat.
Segalanya tak engkau tahu.
Sampai nanti nafas pun berakhir tanpa sepatah kata.

300710

if i could

on Saturday, July 24, 2010 at 8:48pm
andaikan aku punya sayap, maka aku akan dengan mudah pergi menjauh darimu sekali pun itu hanya sebuah bayanganmu.

andaikan kumiliki hati yang begitu keras, maka akan dengan mudah bagiku tidak mengindahkan perasaanku padamu.

andaikan kudapati kunci hati yang tidak dapat seorang pun buka, maka akan sangat baik jika kunci itu mengunci hatiku dari perasaan seperti ini.

namun,
tak ada pengandaian lain yang ada dalam nyata~semua kuhadapi seperti biasa dan kusimpan rapat dengan selimut kecewa, entah sampai kapan gudang hati ini penuh ataukah mungkin semua itu membusuk dan teruraikan waktu?

Surat untuk si lucu

Surat untuk Si Lucu Yogyakarta, 1 Februari 2010


“Hai, apa kabar…” aku pengen sekali berkata seperti itu tapi aku bingung takutnya kamu lupa denganku. Kita pernah ketemu di tempat ini juga, waktu itu saya tidak sengaja mampir ke tempat sewa film ini, saya diberitahu oleh temen saya, ya sudah pas lewat depan Atmajaya saya berhenti ke sini…
Waktu saya masuk dengan membuka pintu, saya melihat kamu langsung tanpa ada penghalang dan senyummu itu membuat saya langsung melonjak girang, saya tidak tahu mengapa tapi saya pun tidak mau tahu alasannya kenapa. Yang pasti saya begitu gembira seakan saya diberi penyemangat yang aneh dari orang tak dikenal. Kamu menyapa dengan biasa tapi itu anehnya sangat membuat saya sumringah.

Hari itu sudah lama berlalu, kira-kira sudah hampir 4bulan yang lalu. Hari ini, tepatnya malam ini pukul 10 malam saya mendengar instrument dan lagu-lagu dari sebuah film yang dulu sempat saya pinjam di tempat sewa filmmu ini. Semua memori terkuak kembali dan untuk kedua kalinya kamu membuat saya tersenyum dan merasakan perasaan yang saya sendiri bingung menjelaskannya bagaimana dan apa yang saya rasakan. Dikatakan senang, lebih dari itu, tapi bukan cinta. Wajahmu dan senyummu itu dari awal ketemu sepertinya saya pernah melihatnya tapi tidak ingat di mana. Itu yang ingin saya cari tahu.

Saya kangen kamu.

Terima kasih untuk senyum dan wajahmu yang seperti itu, dulu saya tidak berani mengatakan terima kasih karena telah membuat saya bahagia, saya takut kamu berpikir aneh. Sekarang saya juga mau berterima kasih untuk kedua kalinya kamu membuat saya bahagia, dan merasakan perasaan ini lagi. Serasa semua beban hilang dan hanya ruang kosong tempat lagu-lagu ini bermelodi dan wajahmu menyemburatkan keramahan yang paling saya suka. Saya suka wajah dan senyummu. Saya berharap jangan pernah berhenti menghantui saya dengan wajah dan senyummu itu.

Seorang sahabat saya berkata,”Ada saat di mana seseorang yang asing mampu membuat kita tersenyum tanpa kita tahu sebabnya.”

Dan kamu tahu, saya sangat senang dan setuju dengan apa yang dia katakan padaku untuk kisahku ini. Saya suka kamu.


With love,
Zhao Wei

dirimu

Gerimis menyapa instrumen musik

Kulihat setiap orang mencari sesuatu yang abadi

Tidak terhenti-henti meski dalam raungan petir

Memasuki semak-semak kehidupan

Memperjuangkan orang yang dia sukai

Setiap mimpi dia masukan ke kotak realita

Tidak sadar,

kerut mata memberikan rasa takut dalam hidupnya

Seakan tak henti percaya bahwa lebih baik tidak usah mencari

Menepikan kejauhan

Abadi itu ada di jiwamu, sayang. . .

Jika tak kau sayangi dirimu, tak perlu kau banggakan keabadian itu.


on Sunday, January 31, 2010 at 7:14pm

Kamu di senyum itu

Berjalan di tengah salju yang membekukan fisik.

Belum cukup hebat untuk menyentuh hati.

Sampai di titik, rasa sakitpun tak bisa menyapa.



Beberapa lorong terlewati…



Dia melihat seorang anak berselimutkan kertas di pojok dinding.

Sesak merambah ke jantungnya,

Cukup hebat sampai dingin sekarang terasa.

Anak itu tersenyum lugu padanya di antara selimut kertasnya.



Kerapuhannya seakan pergi, rasa syukur merengkuhnya.

Untuk pertama kalinya, dia menangkupkan kedua tangannya, berdoa.

“Terima kasih untuk senyuman kecil itu,

Mengajari dan menyejukkan aku di tempatku berdiri sekarang.

Dan aku tahu, Itulah diri-Mu di anak itu.”



(by: Zhao Wei * January, 22, 2010 *)

Dan saat semuanya kau terima

Dia pergi, menunduk ke arah pasir-pasir itu.

Merasa,

kapan dia bisa menarik nafas dan membuka tangannya lebar-lebar.

Bagai terhantam karang dan terhempas ombak,

Kapan ini semua berhenti, pikirnya.

Memapah hidupnya sendiri!

Terkulai lemas dan ingin memaki dengan keisaktangisannya!

Entah mengapa yang keluar hanyalah satu kata. . .

“Tuhan. . .”


Berlari ke luar, melihat bayangannya yang tetap sama.
Menengadah ke atas, mentari menghangatkannya.
Membuka mata dan kali ini terlihat cerah.
Dia tinggalkan bayangannya di sana.

Tersenyum,
meraih buah hatinya yang melihatnya polos di dekat pintu.
Dan akhirnya bisa berkata:
“ I love you and you’re the reason that I live, now.”


(by: Zhao Wei * January, 22, 2010 *)

yang abadi untukku

Aku tidak begitu tahu mengenai harta,

yang banyak orang ingin miliki.

Aku juga tidak begitu mengerti akan tahta,

yang banyak orang perdebatkan.

Aku bukan orang yang tahu segala hal.

Karena semuanya pada akhirnya rusak dan tak dapat diperbaiki.

Namun tidak untuk dirimu.

Dan semua pergi hanya tinggal satu,

Sesuatu yang bisa hilang dariku juga. . .

Namun selalu kau berikan padaku…

Kau berikan cintamu.

Ketika aku berpikir untuk jenuh pada semua ini!

Kamu berikan kepercayaan itu padaku,

Dan aku tahu aku tidak sendiri.

Semua tetap berubah,

namun ada satu yang tidak akan hilang dariku,

Karena selalu kau percayakan untukku…

Aku percaya itu.

Terima kasih untuk cintamu.

Sampai saat jemari yang kau pegang ini menua.

Tetap percayakan padaku.


(by: Zhao Wei* January, 22, 2010 *)

pilihan

Ada saat kita harus memilih
di antara hal-hal yang kurang kita mengerti.

Ada juga di mana kita sebaiknya memilih
hal-hal yang tidak kita inginkan namun kita butuhkan.

Dan pada akhirnya,
semua pilihan yang telah kita pilih,
akan membentuk suatu sudut pandang yang derajatnya berbeda-beda.

Namun, bila kita perhatikan...
sebenarnya pilihan itu cuma ada dua,"ya" atau "tidak".

Di dalam ya, ada ya dan tidak
Di dalam tidak ada ya dan tidak.

Setiap kedewasaan lahir dari pengalaman manis dan pahit.
Setiap keterpurukan lahir dari suka dan duka.

Ketika tua,
kita akan melihat bentuk seperti apa kita.



my room, december 25, 2009

Lalu pergilah

Sebenarnya cincin itu sudah melingkar di jemari manisku

Selalu kusembunyikan erat

Dia terlihat pengap tersembunyi lama

Maka dua malam lalu kubebaskan

Agar semua orang tahu, dia memang ada di sampingku.

Hujaman salah pengartian, menghakimiku

Dari diriku sendiri, kalut…

Merasa semuanya salah, cincin ini memang tak kuyakini

Ingin kulepas, namun dia terlanjur mencintaiku

Bukannya tak mau berkata maaf padamu

Tapi sudah terlalu jauh, aku menyakitimu

Cincin itu hari ini kulepas seutuhnya, Sayang

Kuikatkan tali berwarna kuning di jejak jemariku

Jemari ini tetap milikmu,

Namun kali ini yang melingkar hanyalah pita kuning,

Persahabatan.



1000 windows Campus, December 9, 2009

rasa itu ada

Sudahku karamkan kapal hatiku di tepian kata benar.

Lelah realita berdebat dengan hati.

Tak pernah berakhir di tanda titik.

Ku harap dengan tanda koma, aku bisa mendapatkan tanda titik, nantinya.

Tak sadar, koma itu malah menjadi tanya.

Aku terlalu suka melihatnya?

Ku pikir bibir itu, sepertinya manis. . .

Ku perhatikan sudut matanya, ramah dan manja.

Ku simpan kenangan, memegang tangannya. . .

Hangat.

Aku terlanjur menyukainya?

Bagai kerikil pasir pantai putih yang bergeming di sembur angin laut,

Berpikir di tengah realita dan hati.

Ternyata rasa itu ada, dan

Memang ada, entah sejak kapan.

Aku menyukainya.



Boardinghouse, December 8, 2009

tinta cinta

cinta itu seperti tinta

Setiap kali bisa saja menembus sampai ke dasar kertas kehidupan

Entah dimana

Entah kapan

Tetap saja itu cinta

Apa tinta itu biru, merah, hijau atau pun hitam

Bagiku tetap saja itu tinta

Telah menggores dan meresap ke dalam kehidupan itu sendiri

Semua warna bermakna untuk setiap orang

Menafsirkannya dari paradigma jendela syarat baik buruk yang mana.

Aku belajar untuk memandang semua warna

Kudapati bahwa semua tinta itu akhirnya terlihat putih,

karena cinta tetap cinta.

Yang membedakannya

Hanya bagaimana kamu memperjuangkan dan merawatnya.


P.S: i wish...
Next to H, december 13, 2009

tinta cinta

cinta itu seperti tinta

Setiap kali bisa saja menembus sampai ke dasar kertas kehidupan

Entah dimana

Entah kapan

Tetap saja itu cinta

Apa tinta itu biru, merah, hijau atau pun hitam

Bagiku tetap saja itu tinta

Telah menggores dan meresap ke dalam kehidupan itu sendiri

Semua warna bermakna untuk setiap orang

Menafsirkannya dari paradigma jendela syarat baik buruk yang mana.

Aku belajar untuk memandang semua warna

Kudapati bahwa semua tinta itu akhirnya terlihat putih,

karena cinta tetap cinta.

Yang membedakannya

Hanya bagaimana kamu memperjuangkan dan merawatnya.


P.S: i wish...
Next to H, december 13, 2009

for rania

Memilah milah jejak jam pasir di dirimu
Luput dari pandangan, jauh di dalam, kamu manis.

Mengais kembali kata-katamu :
"Aku 14 tahun besok."

Kusisih-sisihkan lagi kerikil-kerikil di dirimu
Dan tetap kutemukan, jauh di dalam, kamu cantik.

Kamu menyukai hujan, katamu :
"Aku ingin bercinta dengan hujan."

Di bawah hujan, aku tidak ingin membawa dua payung,
Satu payung memayungi kita, satu bintang.

Banyak nama sayang yang kamu punya,
Namun mereka tidak menyadari rasa sayangmu.

Mungkin,
karena mereka tidak sepertiku mau menjamah pribadimu
Tidak seperti sahabatmu yang menggengam kemanjaanmu
Tidak sehangat Tuhan yang masih memberimu hari ini.

Ingat, ini Hari-Mu...

Ketika doa itu kau titi dengan jemari-jemari kecilmu,
Dan kutemukan, jauh di dalam, Kamu hebat.

Sehangatnya hujan, seanggunnya badai,
kupanggil dirimu, Rain.

Happy Birthday, Rain.

on Wednesday, December 9, 2009 at 11:11pm

Apa artinya menjadi seseorang?

Para manusia yang kulewati dalam kehidupanku
Sibuk mendiskusikan apa yang harus dilakukan
yang seharusnya tidak dilakukan.

Terus menggubris apa yang harus dicari dalam hidupku
Apa yang sebaiknya aku jalani dalam hidupku.

Lalu,
Seorang anak kecil menghampiriku di keramaian manusia,
"Apa artinya aku di tengah mereka?", dia bertanya.

Kujawab,
"Kamu adalah temanku."

Dia bertanya,
"Apa bedanya aku dengan saudaramu?"

Aku tersenyum dan menatapnya,
Ku angkat wajahnya yang kecil,
Ku pegang erat jemari kecilnya yang dingin,
berkata,

"Kamu tumbuh dalam hatiku bersama waktu, bukan bersama darahku."
"Kamu sangat berarti bagiku, sama berartinya dengan Saudaraku."
"Sama-sama tumbuh di hatiku. Dan Aku mencintaimu."


P.S : i love you, my friends.
Beloves Campus, Descember 6th, 2009

KALAU KAMU MENDENGAR

Kadang aku berharap aku tidak pernah bertemu denganmu.
Sering aku berharap aku tidak pernah bertanya tentang hidupmu.

Selalu berharap kamu pergi tak membayangiku.
Ingin, aku berkata aku muak di hadapanmu.
Cuma di hadapanmu dan kamu mengerti!
Aku muak!

Aku tidak seperti kamu...
Aku mau memilih jalanku sendiri tanpa dijejaki oleh Duniamu.
Aku bukan kamu.
Aku mau Tuhan menemaniku seperti dulu.

Aku tahu aku tidak mengenali diriku lagi.
Aku tidak menyalahkanmu.
Namun, aku muak dengan semua omonganmu tentang cinta.
Aku muak...

Tolong,
beri aku waktu untuk menghilang darimu.
itu saja.
Andai aku bisa membuatmu mengerti.

Maaf dan terima kasih.
Aku terlalu lelah akan cinta dan pergerakan mulutmu.

TC, November 16, 2009

DI MANA UJUNGNYA?

Begitu banyak malam kutendang dengan sepiku.
Berharap kisahku bermentari…
Cahaya yang kupunya hanyalah irama lagu.
Lagu yang kubawa sendu masuk ke dalam lamunku.
Sadari, tak kan mengobati laluku.
Setidaknya dengan itu aku bisa mengusir kekalahanku sejenak saja.

Ingin merasa ada yang berharga di balik fisikku.
Ingin merasa ada yang memelukku di saat cemasku.
Ingin ada yang menerbangkanku dengan kelemahanku.
Aku ingin menguji bintang-bintang,
Apa mereka mempunyai cahaya yang tak padam!

Gemerlap kembang api di tahun-tahun baru yang orang tunggu,
di sana hanya ada ketakutan untukku.

Merasa terbodohi, tak berharga, tak bernyawa, dan pecundang.
Di depan dunia, terang, aku hanya membentuk aku sebagai orang lain.
Di depan cermin, remang, hanya di sini aku bisa melihat Aku.
Cinta, mimpi, dan kebebasanku.


(editan 19-02-2007)
Palem board, by : Tan Zhao Wei

MAMA, IJINKAN AKU JATUH CINTA PADANYA

Begitu banyak jawaban untuk bermacam pertanyaan. Namun, aku seakan ratu untuk duniaku sendiri, sekarang. Kau tahu mengapa mataku tercipta dua? Itu karena saat mata kananku tertutup sebab silau kesibukan dan harta dunia, aku masih bisa mengandalkan mata kiriku untuk melihat dengan jelas bahwa masih ada pemandangan unik dan indah di pojok Casa itu. Sebelumnya tidak pernah kusadari.

Sebelumnya aku dipenuhi penat akan kebohongan dan ketidakfleksibelan hidup yang mungkin sok disiplin mengatakan peraturan-peraturan yang tercipta itu adalah juara dunia yang memang harus kamu akui bahwa hanya dia yang selalu menang. Kamu berlutut di bawahnya. tertegun akan letihnya hidup yang sampai sekarang tak kumengerti apa artinya dan sebentuk apakah tujuan hidupku ini. Seperti Cintaku yang entah akan berlabuh dan bergayut di pusara mana. Sekarang cintaku masih tersimpan erat di Pandoraku.

Aku bukan tidak pernah melihat sosok Catalonia, dan Barcelona. Dua sosok yang pernah aku lihat. Dalam pikirku mereka semua wanita yang biasa-biasa saja seperti kebanyakan sosok yang kulihat di Casa itu. Mungkin mereka wanita yang setidaknya memiliki harta dengan kesibukan kerjanya masing-masing sehingga membuat yang disekeliling mereka kesepian dengan jurang sosial yang saling menyudutkan. Bersiap-siap menjatuhkan para manusia yang bergelung di antaranya. Tidak ada yang menarik selain kemewahan mereka.

Kumasuki sebuah gerbang sebelah bartat Casa itu secara tidak direncanakan. Masuk bersama kata-kata 'Damn' untuk kehidupan. Monoton. Kaku. Pokoknya menyebalkan. Bersama Pipi yang kukendarai kami berjalan santai di jalan Casa itu. Aku merasakan Pipi sedikit malu akan usia serta penampilannya yang kusam dan berdebu. Maaf, Pi. Memang aku yang salah, bukan karena aku tidak punya waktu, kuakui aku males untuk mengantri di tempat pencucian motor. Kusemangati Pipi walau hatiku sendiri gelisah. Jangan tanyakan tujuan kami berdua apa, kan memang tidak direncanakan.

Gerbang terlewati, Bapak Satpam tersenyum. Manyusuri jalan ditengah dedaunan. Satu kata, Wow. Aku salah, aku dulu hanya melihat tapi tidak memperhatikan sosok yang bernama Catalonia itu. Sekarang berani kukatakan Dia cantik sekali, menawan. Dia berdiri di sana, semakin asri dan indah dengan pantulan lembayung senja. Dia berdiri di sana, ada pondokan di sudutnya yang dapat digunakan untuk berduaan memandangi sore hari, pondokan yang sarat dengan tanaman rambat yang tidak menakutkan namun malah sangat indah. Merambat pelan di atap pondokan itu. Di sudut jalan lain kuperhatikan, ada jejeran bangunan yang berdiri kokoh dan dipenuhi tanaman-tanaman kesukaan masing-masing penghuni gedung namun tidak angkuh. Catalonia, kau begitu cantik dan hangat. Sepertinya aku jatuh cinta padamu.

Pipi tetap setia menemaniku dengan persediaan makanan yang sangat menipis untuknya, jarum pengingat keberadaan bensinku mengarah ke E. Tidak apa, seakan itu yang dkatakan Pipi dengan lembut padaku. Catalonia cantik masih segar diingatanku saat aku sengaja mendekatkan diri dengan sosok yang dari jauh sudah terbaca "Barcelona". Itu dia, Barcelona. Semakin dekat, semakin keegoisanku memusara di hatiku. Celo, Apakah dari dulu sebenarnya kau sudah sangat menarik seperti ini? Seakan tak percaya, kuperhatikan lebih dalam. Barcelona berdiri di tempatnya berpijak, biasan mentari di senja hari semakin kejinggaan. Berdiri di sana, diteduhi banyak pohon-pohon cantik, seakan memang secara sadar mempercantik dan meneduhkan Barcelona yang dari namanya saja memang akan manjadi sorot unik. Pohon-pohon menjejerkan dirinya dengan setiap dari mereka kebanyakan berkalung benalu-benalu. Aku pikir benalu itu tidak bagus sama sekali ditambah hidupnya dengan mengambil jatah makan makhluk lain. Tapi, hari ini bersama kedekatanku dengan Barcelona ku sadari benalu itu lucu. Aku mencintai Barcelona. Dia sosok yang menarik. Kayaknya Pipi juga tertarik. ih, Pipi genit.

Aduh, bagaimana ini. Aku jatuh cinta pada dua sosok yang sangat menawan hati. Seketika memenjarakan cintaku dan tak mengembalikannya lagi padaku. uh...indahnya rasa cinta ini. Aku merasakan aku menjadi perempuan seutuhnya di dekat mereka dan aku mencintai dua sosok itu. Apa aku harus memilih? Bagaimana kalau dua-duanya saja? Kupilih Catalonia untuk menjadi pendampingku.

Kutetapkan hati. Aku akan jujur kepada mama, aku mencintai Catalonia. Aku ingin sekali memperjuangkan hidupku di kotakannya. Entah apa yang akan dilakukan mamaku setelah mengetahui kebenaran cinta dan tujuan hidup anak perempuannya ini sekarang. Aku tidak akan mundur. Aku mencintai Catalonia. Sungguh. Dia yang membuatku merasa hidup itu terlalu indah untuk selalu merasa letih dan terbebani. kukirimkan pesan :


Untuk mama tersayang, Yogyakarta, 11 November 2009


Mama, apa kabar? Aku ingat kamu pernah bertanya pada anak perempuanmu ini, apa aku pernah jatuh cinta yang sangat dalam. Di surat ini, aku ingin bilang, ma. Aku telah jatuh cinta pada satu sosok yang cantik, namanya Catalonia. Orang-orang biasanya memanggil 'Cata'. Dia cantik, mama.

Mungkin mama akan pikir ini cuma rasa sesaat. Aku cuma berharap jika nanti aku tidak menemukan sosok lebih dari Catalonia, maukah mama hidup denganku bersama Catalonia? Aku yakin bila mama bertemu dan memperhatikan setiap sudutnya, aku yakin mama bisa mengerti mengapa anakmu ini bisa jatuh cinta pada sosok cantik ini. Ma, aku sayang mama.

Aku akan memperjuangkan hidupku sekarang dan akan bersemangat menjalani dan mengahadapi tantangan hidup ini. Ma, kalau aku sudah berada di Cluster Catalonia dan membelinya dengan tanganku sendiri. Aku akan menjemput mama dan saat didepan pintu gerbang Cluster Catalonia ini, aku akan berkata,"welcome to our home in cluster Catalonia."

Peluk cium, your daugther.


on Thursday, November 12, 2009 at 4:05pm

DI MANA MALIOBOROKU?

Masih cantik.

Begitu lama tak kuperhatikan keadaan Pipi. Cat di bagian mesinnya seduah mengelupas semua. Padahal dulu kelupasannya masih kecil-kecil. Terlalu melewatkan keberadaannya sendiri dengan mengatasnamakan kesibukan dan tuntutan waktu. Entah berapa lama lagi kami akan hidup bersama. Berlari bersama. Berteriak riang bersama. Melaju bersama dengan musik di telingaku dan suaraku di telinganya. Malam ini aku menangis lagi di hadapannya untuk kesekian kali namun sudah lama aku tidak melakukannya. Pipi hanya diam.

Kutarik nafas dalam-dalam lalu perlahan kuhembuskan seraya memegang alat yang bisa menghubungkanku dengan seorang mama di ujung sana, aku mendengar suaranya. Pipi tetap diam melihatku dengan bingung karena sekarang aku menangisi suara yang berbicara lembut padaku di ujung sana. Mama yang menasehatiku. Sebelumnya tak kupastikan bahwa mama bisa membantuku untuk masalahku ini karena aku pikir Beliau kurang mengenaliku sebagai seorang manusia bukan seorang anak.
Pipi menguping pembicaraanku dengan mama, padahal aku sudah duduk agak menjauh darinya. Duduk di balkon samping warung snack, depan Apotik. Pipi melenggang parkir pas di depan warung snack. Tapi aku bisa merasakan tatapan Pipi yang tahu apa pembicaraanku. Dasar nakal.

Setelah jempolku menekan tombol merah disebelah kanan, terputuslah jaringan suara mama dan aku. Sekarang aku harus menghadapi Pipi yang aku tahu akan lansung menyambarku dengan berbagai pernyataan dan pertanyaannya.

Hfffff…..hffffff…...(menarik dan menghela nafas mode on)

Tak lama berselang, Pipi menatapku sambil berkata,” Kamu mau ke mana?” Dan aku menjawab,”Aku pengen banget ke Malioboro.”
“Mau ngapain ke Malioboro?”

“Gak tau.”

“Mau pake apa ke Malioboro? Mau berapa lama kira-kira sampai ke sana? Sudah tahu mau lewat jalan mana?”

“Ya, sama kamu lha, Pi. Targetku ya sekitar 2 bulan perjalanan dari sini sampai sana. Kalau lewat jalan biasa ramai sekali, sekarang aku pengen jalan yang jarang dilewati orang tapi jalannya aman juga.”

“Okay kalo mau pergi sama aku, tapi mesti cek kesehatanku dulu. Dan satu lagi, kamu jangan lupa bawa peta, ya karena kita akan memulai petualangan baru dengan melewati jalan-jalan yang baru untuk sampai ke Malioboromu itu sesuai waktu yang diinginkan.”

“Kamu gak takut tersesat bersamaku, Pi?”

“Kita gak akan tersesat kalo kamu sudah yakin bahwa Malioboromu itu benar-benar ada. Palingan kita bakal muter-muter tapi toh akhirnya kita sampai juga di sana. Mungkin akan kehabisan bensin dan ban bocor tapi semua bisa diatasi karena banyak banget tambal ban dan Pom bensin di pinggir jalan.”

“Pi, sebenarnya aku gak berpikiran mau ke Malioboro. Pikiranku terlalu jauh, ibarat kamu ngebut di jalan dengan kecepatan 100km/jam, kakimu sudah kelihatan tidak menapaki jalanan aspal. Tidak terkontrol oleh kesabaran dan kerendahan hati untuk menerima kecepatanmu sampai 80km/jam saja maksimalnya.”

“Lalu apa yang kamu tangisi dan kamu pikirkan?” Tanya Pipi padaku dengan lembut dan penuh cinta yang tulus. (sentimental mode on).”Tuhan memberikan jamuan Kopi yang sama untuk setiap manusia hanya gelasnya saja yang berbeda. Ada gelas plastic, ada gelas kaca, gelas dari Kristal sampai mug kecil yang terbuat dari tanah liat pun ada. Beragam, Wei. Tapi, semuanya itu tidak bisa mengukur rasa kopi itu sendiri. Kopi itu kehidupanmu. Dan gelas-gelas itu hanyalah baju, uang, dan lainnya. Kamu tidak perlu terlalu jauh berpikir akan gelas-gelas itu, tapi pikirkanlah di mana kamu akan minum kopimu itu. Di Malioboro mana kamu akan berhenti dan meminum kopi hangatmu dengan santai? Itulah kehidupan untukmu, Wei.”

Aku terperanjat dan telingaku mendengung. (Tertohok mode on). Aku bingung …

Darimana datangnya nasehat yang begitu indah dari sesosok motor 2 tak. Pipi. Terima kasih Pipi atas semuanya. Aku akan berusaha. Dan tetaplah menemani dan setia mengantarku bersama roda-rodamu dan mesin tuamu yang begitu tulus mencintaiku.


P. S : Di mana Malioboromu?


Malioboroku, October 13th,2009.

DI MANA MALIOBOROKU?

Masih cantik.

Begitu lama tak kuperhatikan keadaan Pipi. Cat di bagian mesinnya seduah mengelupas semua. Padahal dulu kelupasannya masih kecil-kecil. Terlalu melewatkan keberadaannya sendiri dengan mengatasnamakan kesibukan dan tuntutan waktu. Entah berapa lama lagi kami akan hidup bersama. Berlari bersama. Berteriak riang bersama. Melaju bersama dengan musik di telingaku dan suaraku di telinganya. Malam ini aku menangis lagi di hadapannya untuk kesekian kali namun sudah lama aku tidak melakukannya. Pipi hanya diam.

Kutarik nafas dalam-dalam lalu perlahan kuhembuskan seraya memegang alat yang bisa menghubungkanku dengan seorang mama di ujung sana, aku mendengar suaranya. Pipi tetap diam melihatku dengan bingung karena sekarang aku menangisi suara yang berbicara lembut padaku di ujung sana. Mama yang menasehatiku. Sebelumnya tak kupastikan bahwa mama bisa membantuku untuk masalahku ini karena aku pikir Beliau kurang mengenaliku sebagai seorang manusia bukan seorang anak.
Pipi menguping pembicaraanku dengan mama, padahal aku sudah duduk agak menjauh darinya. Duduk di balkon samping warung snack, depan Apotik. Pipi melenggang parkir pas di depan warung snack. Tapi aku bisa merasakan tatapan Pipi yang tahu apa pembicaraanku. Dasar nakal.

Setelah jempolku menekan tombol merah disebelah kanan, terputuslah jaringan suara mama dan aku. Sekarang aku harus menghadapi Pipi yang aku tahu akan lansung menyambarku dengan berbagai pernyataan dan pertanyaannya.

Hfffff…..hffffff…...(menarik dan menghela nafas mode on)

Tak lama berselang, Pipi menatapku sambil berkata,” Kamu mau ke mana?” Dan aku menjawab,”Aku pengen banget ke Malioboro.”
“Mau ngapain ke Malioboro?”

“Gak tau.”

“Mau pake apa ke Malioboro? Mau berapa lama kira-kira sampai ke sana? Sudah tahu mau lewat jalan mana?”

“Ya, sama kamu lha, Pi. Targetku ya sekitar 2 bulan perjalanan dari sini sampai sana. Kalau lewat jalan biasa ramai sekali, sekarang aku pengen jalan yang jarang dilewati orang tapi jalannya aman juga.”

“Okay kalo mau pergi sama aku, tapi mesti cek kesehatanku dulu. Dan satu lagi, kamu jangan lupa bawa peta, ya karena kita akan memulai petualangan baru dengan melewati jalan-jalan yang baru untuk sampai ke Malioboromu itu sesuai waktu yang diinginkan.”

“Kamu gak takut tersesat bersamaku, Pi?”

“Kita gak akan tersesat kalo kamu sudah yakin bahwa Malioboromu itu benar-benar ada. Palingan kita bakal muter-muter tapi toh akhirnya kita sampai juga di sana. Mungkin akan kehabisan bensin dan ban bocor tapi semua bisa diatasi karena banyak banget tambal ban dan Pom bensin di pinggir jalan.”

“Pi, sebenarnya aku gak berpikiran mau ke Malioboro. Pikiranku terlalu jauh, ibarat kamu ngebut di jalan dengan kecepatan 100km/jam, kakimu sudah kelihatan tidak menapaki jalanan aspal. Tidak terkontrol oleh kesabaran dan kerendahan hati untuk menerima kecepatanmu sampai 80km/jam saja maksimalnya.”

“Lalu apa yang kamu tangisi dan kamu pikirkan?” Tanya Pipi padaku dengan lembut dan penuh cinta yang tulus. (sentimental mode on).”Tuhan memberikan jamuan Kopi yang sama untuk setiap manusia hanya gelasnya saja yang berbeda. Ada gelas plastic, ada gelas kaca, gelas dari Kristal sampai mug kecil yang terbuat dari tanah liat pun ada. Beragam, Wei. Tapi, semuanya itu tidak bisa mengukur rasa kopi itu sendiri. Kopi itu kehidupanmu. Dan gelas-gelas itu hanyalah baju, uang, dan lainnya. Kamu tidak perlu terlalu jauh berpikir akan gelas-gelas itu, tapi pikirkanlah di mana kamu akan minum kopimu itu. Di Malioboro mana kamu akan berhenti dan meminum kopi hangatmu dengan santai? Itulah kehidupan untukmu, Wei.”

Aku terperanjat dan telingaku mendengung. (Tertohok mode on). Aku bingung …

Darimana datangnya nasehat yang begitu indah dari sesosok motor 2 tak. Pipi. Terima kasih Pipi atas semuanya. Aku akan berusaha. Dan tetaplah menemani dan setia mengantarku bersama roda-rodamu dan mesin tuamu yang begitu tulus mencintaiku.


P. S : Di mana Malioboromu?


Malioboroku, October 13th,2009.

FACING

Lucu ya hidup ini

Begitu banyak persahabatan yang terjalin, katanya. Dan aku hanya bisa mengangguk hampa. Aku merasakan indahnya persahabatan di mana ada tangisan dan tertawa, namun tetap ada saat di mana janji dijadikan ruang waktu yang bungkam di antara kata maaf akan kesibukan hari ini, hari kemarin dan hari esok.

Begitu banyak kasih yang tak bersyarat, aku mereka. Alis mata kananku naik pelan. Apa benar tak bersyarat, karena di saat kamu menentukan tipe atau tidak menyukai salah satu saja dari sikap orang lain bukankah itu adalah bentuk satu syarat kecil, mungkin terlalu kecil ya untuk tidak kamu hitung.

Cinta itu milik semua orang, teriak manusia-manusia itu. Tersungging senyum ketidakpercayaanku pada mereka. Kalau begitu mengapa masih ada orang-orang yang mengutuk orang lain akan cintanya,seakan-akan cintanya begitu menjijikan dan salah. Jika milik semua orang mengapa aku masih takut untuk berkata aku mencintainya di depan kalian. Katakan sekali lagi kalau cinta itu miliki semua orang tanpa berpikir lebih dalam akan realita yang ada dan kamu akan dapati kamu menjual kebohongan yang besar.

Warna pink, boneka, serta bunga identik dengan kelembutan dan perempuan. Ku hela nafas panjang. Apa para lelaki itu tidak boleh menjadi bunga merah jambu di hati yang lain. Jika hanya itu pengartian suatu warna dan benda-benda, sungguh menggelikan dan dangkal sekali kehadiran semuanya ini.

Airmata tanda kelemahan. Berarti aku orang yang lemah dan tak berdaya menurut hukum kewajaran yang dianut oleh banyak orang. Hahahaha…aku akan tertawa, karena mungkin aku lebih kuat dari mereka. Airmata sama kuat dari otot-ototmu itu. Airmata bisa membingkai kenangan. Otot-ototmu bisa melindungi bayanganmu. Airmatamu kamu butuhkan di waktu kamu membuka pintu bendungan itu.

Semua peraturan harus ditaati, perintah katanya. Lalu siapa yang mau menjamin peraturan itu lebih penting daripada menjadi diri sendiri. Angkat tanganmu dan berteriaklah jika kamu begitu yakin semua peraturan itu baik dan bijak adanya. Angguk dan tersenyumlah nakal bersamaku bila kamu pernah melanggar peraturan-peraturan itu untuk menemukan kebahagiaanmu sendiri sehingga kamu dapat bersyukur memiliki hidup ini.

Lucunya lagi di kehidupan ini…

Berapa banyak di antara kita yang masih ingat bagaimana senyumanmu waktu kecil? Berapa banyak hal yang kamu coba tanpa mempedulikan adanya peraturan dan tangan serta wajah yang berkata keras padamu “tidak”? Berapa banyak orang yang kamu dengan mudah bicara dan jadikan teman bermain dan bertengkar walaupun itu pertama kalinya kamu bertemu dengannya? Betapa lugu dan nyamannya kamu tidur dengan bantal-bantal kecil? Ke mana semuanya itu hilang kini?

Apakah kamu termasuk orang yang merasa paling kasihan karena tidak dapat hak untuk memilih keinginanmu sendri dalam hidupmu? Jika iya, memangnya siapa yang bilang dan mengharuskanmu seperti itu? Dunia? Bukan dunia tapi orang yang kamu lihat di cerminmu.

Kamu kira aku tidak sepertimu yang masih termasuk dalam lucunya hidup ini. Kamu salah, aku masih termasuk di dalamnya. Bedanya, aku mengambil langkah untuk menulis hal kecil yang lucu di benakku dan memuntahkan semuanya ke duniaku. Aku adalah seseorang yang menciptakan realita dan menjadi pengarang sekaligus penerbit di buku kehidupanku. Tidak bisa kujiplak karangan orang lain untuk tulisanku, tak ingin aku hanya menjadi pembaca buku-buku orang lain karena aku yakin aku bisa menjadi penulis untuk ceritaku sendiri. Kamu juga.



P.S : salam kenal untukmu, penulis baru dari penulis baru yang mengajakmu untuk menulis bersama di atas lembaran kita masing-masing.

on Monday, October 5, 2009 at 9:54pm

DAN SEMUANYA KUTERBANGKAN...

Siput laut kecil menatapku tajam dari tadi.

Aku tetap mencari lagu apa yang di hatiku.

Bintang laut menghiasi langkahku di pasir putih itu.

Dan aku tetap masih mencari lagu yang pasti.

Ku buang semua kegalauan hati

yang bersemayam bersama ketakutan-ketakutanku,

akan waktu, akan perpisahan, dan akan cinta.

Dari senja tadi aku berdiri di tengah tepian hempasan ombak,

kuperhatikan tak jemu ombak itu menyisir tepian pantai

walau hanya akan menjadi buih-buih ratap.

Sampai saat kuangkat kepalaku dan kupandang jauh dengan kacamataku,

tersadar begitu banyak bintang yang di atas sana berbinar indah.

Hingga kupastikan sampai kapan pun cuma ada satu lagu yang ku janjikan.

Dan kunyanyikan nyaring kepada seluruh dunia:

“Cintaku bukanlah cinta biasa,
Jika kamu yang memiliki,
dan kamu yang temaniku seumur hidupku.
Cintaku bukan cinta biasa,
Jika kamu yang mempunyai,
dan kamu yang temaniku seumur hidupku.
Terimalah pengakuanku.”



Secret Place, 08:18 p.m, September 30, 2009 (Tan Zhao Wei)

SUNGGUH, AKU...

Bintang, aku ingin katakan aku sayang dia.

Namun, seakan lidahku tak bernyawa

Sungguh ku cinta dia,

Dia yang memberiku suatu pengharapan kembali.

Biarkanlah aku mengetuk hatinya dengan cinta

Cinta yang tak pernah kuukir dengan kata

Cinta yang tak mampu kupahat dengan nada

Sebab cintaku terlembut dalam kacamata kasih

Dan tertinggi dalam dentingan piano.

Bermimpilah bersamaku untuk menemukan hadirnya.

Bantulah aku, detik . . .

Tuk’ membawanya kembali sekali lagi.

Janjiku tak’kan mengingkari aku cinta dia.

Aku memang bukan seorang putri raja

Hingga tak dapat beri yang kamu mau

Tapi aku akan beri apa yang aku mampu

Kar’na aku seorang wanita yang luar biasa.

Luar biasa hingga dapat mengatakan cukup untuk satu pria.

Walau hadirnya masih membuat dan memasungku dalam penjara khayal saja.




Palem room, July 22th, 2006.

ANGANKU BERLARI

Dari sudut hatiku yang merenung, kau sungguh jauh, sungguh.

Namun, tiba-tiba detik menawarkanku akan sebuah pertemuan.

Pertemuan kita nanti dengan penuh siksa rindau.

Aku menyetujuinya dan demi itu aku tersiksa.

Beribu belati rindu menghujani putihnya kasihku.

Aku ingin menyerah seperti daun kering yang jatuh di lautan

Dan terbawa ombak, sesuka mereka.

Tapi seketika aku terbangun dari tidur panjangku

Melarikan anganku yang kan menyerah.

Semakin jauh aku berlari sampai kerlingan mata tak dapat melihatku.

Akankah berakhir semua asaku

Terendap aku dalam hening lama lalu kusadari aku merasa baik

Dan lebih baik jika aku terus menunggu

Menanti sahabat-sahabatku dan aku bergandeng menuju gumpalan awan putih lucu

Walau semua itu harus aku tukar dengan siksaan rindu

Aku mampu untuk kita.



Palem room, July 3rd, 2006. 10:23 a.m

PROMISE

Lewat tawa kita waktu bersama itu

Bisa menggerus kegalauan senjaku ini

S’luruh daya kuasa yang kumiliki ingin kuukir namaku di langitmu

Dengan sembunyi . . .

Kapan kamu mulai merayapi hari-hariku?

Sejak kapan kau mengetuk rasa sayangku dan mengambilnya begitu saja?

Aku tidak menyadari semuanya

Namun aku menyadari kalian sungguh sahabatku

Saat hadirku di antara diammu aku rasakan keapa adanya aku

Suaramu tak seindah kerlipan bintang

Namun dapat membuatku ceria

Wajahmu tak seelok pelangi di sekitar bukit

Tapi bisa jadikan ragu dan sendiriku hilang.

Aku dan kamu adalah apa adanya dengan sgala kekurangan terindah

Dan kelebihan berharga

Aku percaya, kita bersama, dan janji kita dalam sepucuk doa kita, sahabat.



Palem room, July 18th, 2006.

CERITA SIMPULKU

Terangkai satu cerita aku dan kamu berkalung tradisional rasa.

Tak urung jua rinduku akan kamu,

Yang selalu menggema di langit-langit hariku.

Kunyanyikan jamahan indah sinar pandangmu,

Sejauh kubuang semua, sejauh pula rinduku melanglang

Ke seluruh tepian bangunan pertahanan naluri sayangku.

Tarian jemarimu menyapu perpisahan

Laksana pianis termegah di ujung sana.

Aku mengintai cinta yang tak mungkin

ku untaikan kar’na terlalu banyak simpul luka terpaut di antaranya.

Ingin kusemaikan hatiku yang sendiri.

S’moga kudapati lembaran baru kembali, namun tak seperti mauku.

Tingkahmu jadikan wajahku menyungging senyum nakal,

Masih kuingat.

S’galanya tak’kan begitu mudah pergi

Walau begitu mudah bibirku berucap keruh.

Aku tahu aku masih sama.



Palem room, July 23th, 2006.

LIMA HURUF DALAM SEBUAH KESEDERHANAAN

Bila 5 huruf itu kupahami terlebih dulu dibanding bis waktu,

aku akan bisa mengenalmu lebih cepat.

Engkau pertama menyuapiku dengan nyawamu

Kamu pertama menyentuhku lewat peluhmu

Dirimu pertama menuntun mataku meniti dunia

Karena kamu yang pertama kali untuk segalanya.

Membuatku jatuh cinta dari beribu pria

Yang melintasi mataku sampai kini.

Naluri berkata kau cinta pertama dan sejatiku

Aku masih ingat mata cemasmu waktu pertama kali aku terjatuh

Terdiam, menangis dirimu saat kekecewaanmu akanku

Terima kasihku masih tersimpan dalam bongkahan-bongkahan malu.

Aku ingin sekali mengatakan aku sayang kamu

Namun semuanya hilang tak berjejak saat kita bertemu, entah kapan itu terungkap.

Maaf jika caraku terlalu beda untuk mengatakan rasa sayangku

Maaf bila balasanku terlalu menyakitkanmu untuk katakan kasihku

Maaf, andai diamku terlalu angkuh untukmu saat kau harapkan ceritaku

S’kali lagi aku minta maaf dan berjuta rasaku untuk berterimakasih

S’bab caraku menyayangimu berbeda, mama . . .



Palem room, July 24th, 2006.

LIMA HURUF DALAM SEBUAH KESEDERHANAAN

Bila 5 huruf itu kupahami terlebih dulu dibanding bis waktu,

aku akan bisa mengenalmu lebih cepat.

Engkau pertama menyuapiku dengan nyawamu

Kamu pertama menyentuhku lewat peluhmu

Dirimu pertama menuntun mataku meniti dunia

Karena kamu yang pertama kali untuk segalanya.

Membuatku jatuh cinta dari beribu pria

Yang melintasi mataku sampai kini.

Naluri berkata kau cinta pertama dan sejatiku

Aku masih ingat mata cemasmu waktu pertama kali aku terjatuh

Terdiam, menangis dirimu saat kekecewaanmu akanku

Terima kasihku masih tersimpan dalam bongkahan-bongkahan malu.

Aku ingin sekali mengatakan aku sayang kamu

Namun semuanya hilang tak berjejak saat kita bertemu, entah kapan itu terungkap.

Maaf jika caraku terlalu beda untuk mengatakan rasa sayangku

Maaf bila balasanku terlalu menyakitkanmu untuk katakan kasihku

Maaf, andai diamku terlalu angkuh untukmu saat kau harapkan ceritaku

S’kali lagi aku minta maaf dan berjuta rasaku untuk berterimakasih

S’bab caraku menyayangimu berbeda, mama . . .



Palem room, July 24th, 2006.

KAKAKMU

Segalanya tentang kamu sudah terekam
Maafkan aku yang sering buatmu menangis
Maafkan aku jika aku hanya mengumbar janji
Aku tak peka pada perasaanmu, dulu . . .
Namun, kini aku mulai mengerti
Kemanjaanmu, keinginanmu.
Segala imajinasimu sama seperti aku
Kamu seakan kaca sehari kecilku.
Kamu selalu membuat malam sepiku berubah riuh tertawa
Kamu ketakutan saat kumarahi, bukan maksudku.
Saat ketakutanmu menjelma dalam hatimu
Kamu berlari dan memelukku
Saat kegembiraanmu menghanyutkan nafasmu
Kau bernyanyi ceritakan padaku
Segala yang kau punya, segala yang kau takuti,
Segala keinginanmu, segala kecentilanmu.
Apakah aku sudah terlambat lagi?
Begitu banyakkah keterlambatanku, maafkan kakakmu ini
Maafkan caraku yang kasar dalam menyayangimu.


Secret hall, August 8th, 2006. 19:53 p.m

SURAT PUTIH UNTUK RIRI

Untuk, Riri

Kita berkenalan dari semasa kecil.

Aku masih ingat rautmu dengan kuncir di rambut hitammu yang terurai. Bibirmu yang terpoles warna merah jelita, lucu sekali, sealunan dengan gaun putih mungilmu itu. Kita tak begitu banyak bicara tapi kita begitu banyak tertawa dan nakal bersama. Kamu manis. Aku tidak akan pernah lupa orang pertama yang membuatku mengerti gelisahnya rasa kangen untuk bertemu. Kamu. Kamu tidak pernah tahu itu. Apa kamu tahu, aku seperti orang yang kehilangan akal sehatnya, karena kuhitung dengan konversi detik dari hari dan minggu sampai membawamu kembali ke penglihatanku. Aku bingung ada orang sepertimu yang bisa membuat aku selalu mengatakan iya. Selalu bisa membuatku untuk meredam amarahku. Selalu mengambil kepingan hatiku sehingga setiap malam aku harus berlomba dengan waktu untuk segera tidur dan melihatmu kembali di sekolah. Selalu membuatku bisa menjadi orang yang kuat dan bodoh hanya agar kamu tersenyum dan tertawa. Dan kamu masih tidak tahu, masa kita, di sekolah itu. Rasa itu terus berkembang. Kamu tidak sadar bahwa semua kelakuanmu itu merayuku untuk lebih ingin dekat dengan dirimu. Tidak ada orang yang kamu inginkan untuk menemanimu mengendarai motor selain aku.

Semua yang kamu perlukan, kamu bilang padaku dan aku melakukan sebisaku. Aku ingat wangi parfummu, wangi tubuhmu, senyum nakalmu yang sangat manis, matamu, tingkahmu, kata-kata mutiara yang keluar dari kemarahan, kekagetanmu sekalipun itu untuk canda. O ya, aku suka tulisanmu dan manjamu. Riri, kamu juga pernah membuatku merasa di langit tertinggi sekaligus berada di antara keramaian orang namun dengan topengku. Saat kamu memiliki orang yang mengagumimu, aku takut kehilanganmu. Aku takut kamu menyukai salah satu dari mereka. Aku belum juga berani mengatakan semua ini padamu. Seringkali kita menikmati sore hari di tengah keramaian jalan kota, jaket yang tidak kukancing, diam-diam tanganmu dari belakang merengkuh kancing itu dan mengancingnya. Kamu tidak tahukah, kamu tidak boleh melakukan hal itu karena hanya membuatku salah tingkah serta berkata tidak perlu tapi sebenarnya ingin dan suka sekali. Kamu sering sekali memelukku dari belakang, tidak erat, tapi sudah cukup indah bagiku. Begitu banyak hal yang aku rasakan. Semuanya tersimpan begitu rapat, tidak pernah terbuka sebelum surat ini kutulis.

Sekarang baru aku sadari ternyata kotak hati ini sudah lebih dari 15 tahun kusimpan. Berdebu sekali, Ri. Tapi masih begitu hangat kurasakan kotak ini. Semalam aku berpikir, kapan aku akan membiarkan kotak ini terbuka dan melihat dengan tenang apakah kamu akhirnya menyadari bahwa ternyata ada satu kotak hati yang belum kamu buka di kehidupanmu, itu kotak hatiku. Dulu kotak itu tersembunyi pekat jadi kamu sulit untuk menemukan dan melihatnya, sekarang aku coba mempermudah semuanya. Aku sudah menunjukkan padamu, ini kotaknya dan sudah kubuka dengan kunci yang selama ini memang tidak ada duplikatnya selain dipikiranku. Hanya tinggal kamu baca dengan seksama isi kotak ini.

Tidak memintamu sama sekali untuk meniggalkan semua kotak hadiah yang kamu telah kamu buka dan miliki sekarang. Aku hanya mau kamu tahu bahwa ada satu kotak kecil yang selalu rindu untuk kamu temukan, kamu buka, kamu lihat ada apa di dalamnya, dan kamu baca isinya. Setelah itu terserah kamu, akan kamu geletakkan di sana, akan kamu remas dan kamu buang ataupun kamu simpan untuk kenanganmu. Tapi jangan menjawabnya dengan kata iya, Ri. Kamu hanya boleh menjadi temanku saja dan menjadi orang yang aku cintai, hanya untukku, tidak boleh untukmu. Aku mencintaimu sampai sekarang.


With love, An.


White room, August 5th, 2009.

SURAT PUTIH UNTUK RIRI

Untuk, Riri

Kita berkenalan dari semasa kecil.

Aku masih ingat rautmu dengan kuncir di rambut hitammu yang terurai. Bibirmu yang terpoles warna merah jelita, lucu sekali, sealunan dengan gaun putih mungilmu itu. Kita tak begitu banyak bicara tapi kita begitu banyak tertawa dan nakal bersama. Kamu manis. Aku tidak akan pernah lupa orang pertama yang membuatku mengerti gelisahnya rasa kangen untuk bertemu. Kamu. Kamu tidak pernah tahu itu. Apa kamu tahu, aku seperti orang yang kehilangan akal sehatnya, karena kuhitung dengan konversi detik dari hari dan minggu sampai membawamu kembali ke penglihatanku. Aku bingung ada orang sepertimu yang bisa membuat aku selalu mengatakan iya. Selalu bisa membuatku untuk meredam amarahku. Selalu mengambil kepingan hatiku sehingga setiap malam aku harus berlomba dengan waktu untuk segera tidur dan melihatmu kembali di sekolah. Selalu membuatku bisa menjadi orang yang kuat dan bodoh hanya agar kamu tersenyum dan tertawa. Dan kamu masih tidak tahu, masa kita, di sekolah itu. Rasa itu terus berkembang. Kamu tidak sadar bahwa semua kelakuanmu itu merayuku untuk lebih ingin dekat dengan dirimu. Tidak ada orang yang kamu inginkan untuk menemanimu mengendarai motor selain aku.

Semua yang kamu perlukan, kamu bilang padaku dan aku melakukan sebisaku. Aku ingat wangi parfummu, wangi tubuhmu, senyum nakalmu yang sangat manis, matamu, tingkahmu, kata-kata mutiara yang keluar dari kemarahan, kekagetanmu sekalipun itu untuk canda. O ya, aku suka tulisanmu dan manjamu. Riri, kamu juga pernah membuatku merasa di langit tertinggi sekaligus berada di antara keramaian orang namun dengan topengku. Saat kamu memiliki orang yang mengagumimu, aku takut kehilanganmu. Aku takut kamu menyukai salah satu dari mereka. Aku belum juga berani mengatakan semua ini padamu. Seringkali kita menikmati sore hari di tengah keramaian jalan kota, jaket yang tidak kukancing, diam-diam tanganmu dari belakang merengkuh kancing itu dan mengancingnya. Kamu tidak tahukah, kamu tidak boleh melakukan hal itu karena hanya membuatku salah tingkah serta berkata tidak perlu tapi sebenarnya ingin dan suka sekali. Kamu sering sekali memelukku dari belakang, tidak erat, tapi sudah cukup indah bagiku. Begitu banyak hal yang aku rasakan. Semuanya tersimpan begitu rapat, tidak pernah terbuka sebelum surat ini kutulis.

Sekarang baru aku sadari ternyata kotak hati ini sudah lebih dari 15 tahun kusimpan. Berdebu sekali, Ri. Tapi masih begitu hangat kurasakan kotak ini. Semalam aku berpikir, kapan aku akan membiarkan kotak ini terbuka dan melihat dengan tenang apakah kamu akhirnya menyadari bahwa ternyata ada satu kotak hati yang belum kamu buka di kehidupanmu, itu kotak hatiku. Dulu kotak itu tersembunyi pekat jadi kamu sulit untuk menemukan dan melihatnya, sekarang aku coba mempermudah semuanya. Aku sudah menunjukkan padamu, ini kotaknya dan sudah kubuka dengan kunci yang selama ini memang tidak ada duplikatnya selain dipikiranku. Hanya tinggal kamu baca dengan seksama isi kotak ini.

Tidak memintamu sama sekali untuk meniggalkan semua kotak hadiah yang kamu telah kamu buka dan miliki sekarang. Aku hanya mau kamu tahu bahwa ada satu kotak kecil yang selalu rindu untuk kamu temukan, kamu buka, kamu lihat ada apa di dalamnya, dan kamu baca isinya. Setelah itu terserah kamu, akan kamu geletakkan di sana, akan kamu remas dan kamu buang ataupun kamu simpan untuk kenanganmu. Tapi jangan menjawabnya dengan kata iya, Ri. Kamu hanya boleh menjadi temanku saja dan menjadi orang yang aku cintai, hanya untukku, tidak boleh untukmu. Aku mencintaimu sampai sekarang.


With love, An.


White room, August 5th, 2009.

HIKAYAT

Satu tahun Kamu menghadiri mimpiku,
bergerak dalam bentuk bayangan nyata.
Walau Kutahu setiap episode mimpiku.
Tak’kan pernah terulang dan mengulang.
Jika aku tak pernah alami dongeng ini,
Aku tak tahu jalannya sebuah persahabatan. Itu semua indah
Di balik dunia nyata yang terlalu dewasa.
Sepuluh tahun nanti aku ingin kamu dan semuanya masih bermimpi.
Akan dongeng ini. Temanku, kamu harus mengerti
Hanya dongeng ini yang hidup terus dan lebih lama
Dibanding apapun dunia yang kita miliki.
Hikayat dongeng ini kan kusemaikan luas
Pada siapapun yang percaya kan sebuah impian.
Hingga kita bisa membuktikan pada lara
Bahwa sesungguhnya kita tetap berbahagia.
Dongengku hidup, menjadi impianku.
Lalu di antara tangan-tangan surga.
Yang kan memeluk kita dengan usia menua.
Sepuluh tahun lagi dalam bahasa kesedihanpun
Kita akan tetap bisa mendengar
Lalu mengenang hikayat dongeng ini.
Dongengku tentang sebuah persahabatan.

Palem room, July 4th, 2006. 08:41 AM

HIKAYAT

Satu tahun Kamu menghadiri mimpiku,
bergerak dalam bentuk bayangan nyata.
Walau Kutahu setiap episode mimpiku.
Tak’kan pernah terulang dan mengulang.
Jika aku tak pernah alami dongeng ini,
Aku tak tahu jalannya sebuah persahabatan. Itu semua indah
Di balik dunia nyata yang terlalu dewasa.
Sepuluh tahun nanti aku ingin kamu dan semuanya masih bermimpi.
Akan dongeng ini. Temanku, kamu harus mengerti
Hanya dongeng ini yang hidup terus dan lebih lama
Dibanding apapun dunia yang kita miliki.
Hikayat dongeng ini kan kusemaikan luas
Pada siapapun yang percaya kan sebuah impian.
Hingga kita bisa membuktikan pada lara
Bahwa sesungguhnya kita tetap berbahagia.
Dongengku hidup, menjadi impianku.
Lalu di antara tangan-tangan surga.
Yang kan memeluk kita dengan usia menua.
Sepuluh tahun lagi dalam bahasa kesedihanpun
Kita akan tetap bisa mendengar
Lalu mengenang hikayat dongeng ini.
Dongengku tentang sebuah persahabatan.

Palem room, July 4th, 2006. 08:41 AM

IT WILL BE YOU

Ingatanku terlempar seketika, jauh sekali.

Melewati lorong-lorong panjang yang tidak ada penerangan sama sekali. Ingatanku terus berjalan, tiba-tiba terdengar begitu banyak suara, aku kenal beberapa suara itu. Kata-kata yang terdengar cuma ejekan dan makian.

Ingatanku sekarang berlari sambil menutup kedua telinganya.

Terus berlari.

Sorotan cahaya mengenaiku seakan-akan aku berada di sebuah panggung teater yang besar dan akulah senimannya, seandainya seperti itu. Nyatanya sorotan itu mengarah kepadaku layaknya seorang pidana yang berusaha lari dari penjara namun tertangkap basah.

Sinarnya kuat sekali sampai mataku mengaku kalah dan akhirnya terpejam dengan dahiku yang kurasakan mengernyit. Apa ini! Kemarahanku mulai terpancing keluar dari muaranya. Ingatanku merangkak pelan melawan sorot itu. Perlahan meredup. Sekarang mataku bisa terbuka namun kembali di kegelapan. Dua tempat yang sangat berbeda tapi sebenarnya sama saja, tetap saja aku tidak bisa melihat apa-apa. Saat terang itu mengenaiku begitu kuat dan besar sampai aku tidak bisa melihat apa-apa dan kupejam kedua mataku. Di kegelapan ini kedua mataku terbuka, terjaga erat namun tetap saja aku tidak bisa melihat apapun. Tak ada yang bisa kusentuh, tak ada yang bisa aku rasakan.

Kali ini aku berjalan linglung di tengah kegelapan dan kesunyian. Claustrophobia mulai melanda pikiranku. Ingatanku ketakutan. Terus melangkah. Aku merasa ada yang merembes ke kakiku. Air, genangan air. Ingatanku mencium bau yang aku kenal, wangi yang aku sukai. Setidaknya aku bisa merasakan ketenangan sesaat karena wangi itu. Wangi itu kubiarkan terus membawa langkahku maju. Wanginya semakin memudar, aku berlari ke depan. Aku pikir dapat mengejar wangi itu namun semakin aku kejar semakin menghilang dari ujung penciumanku. Tiba-tiba kurasakan dadaku sesak sakit sekali entah mengapa tanpa permisi airmataku pun mengalir jatuh ke tanganku. Aku tidak mengerti, begitu pula dengan ingatanku. Hanya bisa merasakan seperti kehilangan sesuatu yang paling berharga. Seseorang.

Tidak mungkin ingatanku berhenti di tengah kegelapan ini dengan linangan airmata. Meskipun ingatanku juga tidak bisa memastikan bahwa aku akan menemukan akhir dari perjalanan ini. Lebih baik mencoba daripada berhenti. Ingatanku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Di tengah kegelapan yang sama sekali tidak bisa diketahui apa yang ada di samping, depan, belakang, atas, dan di bawahku.
Kudengar sayup-sayup yang bergema, ingatanku memastikan itu adalah suatu melodi yang indah.

Langkahku melebar mendekati sayup yang sekarang sudah jelas terdengar. Petikan gitar yang tak asing bagiku, menyambung indah satu suara yang berat namun menenangkan berjabat mesra dengan alunan petikan hingga menjadi lagu yang indah. Lagu itu bercerita mengenai cinta yang kekal yang selalu ada untuk yang dicintainya meskipun yang dicintainya tidak mencintainya. Airmataku menetes lagi. Sebenarnya ada apa ini! Tapi kali ini dadaku tidak sesak namun lega.

Semuanya berulang-ulang memusingkanku. Aku bingung. Aku menyerah. Aku menyerah.

Hangat. . .

Ingatanku merasakan sesuatu yang hangat di seluruh tubuhku. Hangat dan nyaman. Ingatanku bukannya tidak mau untuk tahu apakah gerangan yang membuat tubuhkku sehangat ini, tapi ingatanku hanya ingin merasakan kehangatan dan kenyamanan ini. Tidak ada yang membuatku ingin menggantikannya sehingga aku bersedia tidak bergerak sedikitpun supaya kehangatan ini tidak lari menjauh dariku. Saking nyamannya, mataku terpejam dan ingatanku merasakan tepian bibirku mengembang, aku tersenyum kecil. Nyaman sekali di saat aku sudah menyerah dan lelah akan semuanya.

Perlahan kucoba untuk membuka mataku dan semua inderaku, berharap semuanya terjawab. Tangan itu besar sekali, dia merengkuhku. Aku di dalamnya. Usapan di kepalaku dan kecupan di dahiku sangat tulus terasa. Wajahnya tidak jelas, tapi semuanya terlihat lebih besar dariku. Aku samar-samar melihat bibirnya yang berwarna merah kehitaman itu tersenyum padaku dan berusaha mengeluarkan kata-kata yang tidak kumengerti. Aku merasa ada sesuatu yang ingin sosok besar itu katakan padaku. Kuambil ide untuk membuka kamus ingatanku mencari-cari kata-kata apa yang cocok untuk isyarat bibirnya.

Kutemukan sesuatu. Biarkan aku berusaha mengejanya.

I – N – I – P – A – P – A

Sekarang aku sungguh sadari bahwa aku menangis dan merindukannya. Dia yang aku mau. Tapi, apa Dia tahu aku juga ingin mengatakan begitu rindunya aku akan rengkuhan itu. Betapa lamanya tidak kurasakan lagi cengkrama kita. Kapan kerutan di wajahmu itu mulai ada. Di atas semua itu, aku hanya mau Kamu peluk tidak untuk yang terakhir kali tapi untuk kubawa seterusnya sampai dunia ini selesai.


Ruang mimpi, September 4, 2009 (by:zhao wei)

wajah itu, siapakah?

Balutan kasa putih ini mengejekku lemah.
Sosok hawa lain mengajakku bercermin bahwa aku butuh papahan.
Jalanku kugariskan serasa sudah lurus.
Banyaknya masalah yang kuperintahkan untuk tidak menjadi apa-apa,
berteriak memakiku, menentangku.

Terdiam di keramaian tawa malam.
Semuanya satu garis lurus, aku sudah lihat untuk kesekian kalinya.
Aku teliti lagi kertasku.
Satu garis lurus yang panjang.
Aku baik-baik saja.

Tekanan memaksaku berkenalan dengan emosi.
Keluar, berjalan di remang dan kesejukkan jalan kecil.
Kusinggahkan jejakku di warung kecil.
Sesungguhnya apa yang salah?

Kutundukkan wajahku, berpaling, yang terlihat dua tangan.
Dua tanganku yang hangat kini dingin sendiri.
Air mataku hangat mengalir lega sepi.
Yang ku temui ternyata bukan dunia dan keluarga,
tapi pandanganku yang kubiarkan kabur dan bermahkota silinder.

Kesalahan yang terlalu lama kusadari.



on Wednesday, August 26, 2009 at 8:14pm

Balutan Dee

Cerita cinta memang tidak pernah habis terhisap dan teruapi.
Mulut dan pikiran berkumandang hentakkan gelora.
Aku tidak lelah dengan segala cinta-cinta itu.
Bagai arakan mega-mega terhimpit lembayung senja.
Ada sesuatu yang lebih berarti, cinta itu sendiri.

Jika kamu tetap berdiri di tempat yang sama.
Biarkan semuanya menepi bersama dan dengan seksama.
Lihatlah aku mengarah.
Langkah tak terayun lagi ketika aku berada di tempatmu berlelah,
dan aku berkata bahwa cintaku tetap sama.

Takkan menggengam tanganmu terlalu erat,
Karena takut kau pengap dan pekat.
Takkan menggiring,
tapi akan berjalan di samping.
Takkan memberikan hatiku seluruhnya,
Tapi akan membuka hatiku seutuhnya.


my secret place, August 24, 2009
-Zhao wei-

Balutan Dee

Cerita cinta memang tidak pernah habis terhisap dan teruapi.
Mulut dan pikiran berkumandang hentakkan gelora.
Aku tidak lelah dengan segala cinta-cinta itu.
Bagai arakan mega-mega terhimpit lembayung senja.
Ada sesuatu yang lebih berarti, cinta itu sendiri.

Jika kamu tetap berdiri di tempat yang sama.
Biarkan semuanya menepi bersama dan dengan seksama.
Lihatlah aku mengarah.
Langkah tak terayun lagi ketika aku berada di tempatmu berlelah,
dan aku berkata bahwa cintaku tetap sama.

Takkan menggengam tanganmu terlalu erat,
Karena takut kau pengap dan pekat.
Takkan menggiring,
tapi akan berjalan di samping.
Takkan memberikan hatiku seluruhnya,
Tapi akan membuka hatiku seutuhnya.


my secret place, August 24, 2009
-Zhao wei-

its so hard to tell you.

Kuangkat telepon kehidupan dari wajah-wajah orang di sekitarku. Terlihat letihnya mereka menghadapi getirnya akan suatu rasa sakit.

Semua menjauh saat kamu mulai jatuh cinta pada kehidupan ini. Rasa terkhianati pasti terasa setelah itu.
Pernahkah kamu merasa kamu orang baik yang seharusnya tidak sesuai mendapatkan semua ini.

Penderitaan. Caci maki. Direndahkan. Tersia dalam kasih.

Seorang mama berkata cukup tegas sampai bagiku itu tetap sebuah bisikan lembut.

Hati-hati menjalani hidupmu.

Makanlah sesuatu yang baik untuk tubuhmu bukan untuk mulutmu. Mulutmu akan menggumam namun dia akan berterima kasih pada akhirnya.

Bertahanlah dengan dirimu sendiri karena pada akhirnya semua hanya kamu yang merasakan.

Perjuangkan keinginanmu.

Tersenyumlah karena di samping itu kamu masih tetap terhubung dengan orang lain.

Hatiku kosong sekarang bukan karena derita atau pasrah tapi karena doa.

Apa yang bisa kamu rasakan melihat seorang mama berusaha menjaga anaknya dari seekor nyamuk yang mendengung di dalam kamar anaknya hanya untuk memastikan bahwa anaknya tidak tergigit oleh satu ekor nyamuk itu.

Pernahkan kamu melihat tangisan seorang mama yang jarinya berdarah sangat banyak karena berusaha membersihkan kepiting yang masih hidup untuk makanan favorit anaknya. Darahnya mengalir keras dan sampai berapa hari jarinya bengkak dan terasa linu.

Tidak pernahkah kamu melihat seorang mama tiba-tiba menangis saat tangannya yang terlatih merapikan kotak-kotak pakaian untuk kepergiannya besok dari kediaman anak perempuannya. Tangisannya sangat meluap namun ditahan.

Terpikirkah seorang papa yang sebenarnya merasa sangat tidak berguna saat anak laki-lakinya meminta untuk merayakan hari ulang tahunnya dengan mewah namun dia tidak mampu menggenapinya.

Sanggupkah kamu berpikir bahwa begitu sedihkah papa saat melihat anak laki-lakinya tidak menjadi seseorang yang menyenangkan di mata banyak orang. Hanya meminta menjadi orang yang ramah.

Dan, harus bagaimanakah aku menjadi seorang kakak saat mengetahui adiknya penuh dengan keangkuhan dalam hidupnya. Aku bicara, dia tak mendengar. Aku berteriak, dia pura-pura tidak mendengar. Aku menangis, dia hanya mendecak. Apa semuanya harus menghilang baru dia berkata terima kasih atas semuanya?



P.S : Aku pernah merasakan semua yang kamu rasakan, namun satu hal yang membuat kita berbeda. Karena aku bisa tersenyum dengan air mata penerimaan, berdoa, “terima kasih atas keluarga ini, para sahabatku, teman-temanku dan diriku.”


In My room & this tears, August 22, 2009

its so hard to tell you.

Kuangkat telepon kehidupan dari wajah-wajah orang di sekitarku. Terlihat letihnya mereka menghadapi getirnya akan suatu rasa sakit.

Semua menjauh saat kamu mulai jatuh cinta pada kehidupan ini. Rasa terkhianati pasti terasa setelah itu.
Pernahkah kamu merasa kamu orang baik yang seharusnya tidak sesuai mendapatkan semua ini.

Penderitaan. Caci maki. Direndahkan. Tersia dalam kasih.

Seorang mama berkata cukup tegas sampai bagiku itu tetap sebuah bisikan lembut.

Hati-hati menjalani hidupmu.

Makanlah sesuatu yang baik untuk tubuhmu bukan untuk mulutmu. Mulutmu akan menggumam namun dia akan berterima kasih pada akhirnya.

Bertahanlah dengan dirimu sendiri karena pada akhirnya semua hanya kamu yang merasakan.

Perjuangkan keinginanmu.

Tersenyumlah karena di samping itu kamu masih tetap terhubung dengan orang lain.

Hatiku kosong sekarang bukan karena derita atau pasrah tapi karena doa.

Apa yang bisa kamu rasakan melihat seorang mama berusaha menjaga anaknya dari seekor nyamuk yang mendengung di dalam kamar anaknya hanya untuk memastikan bahwa anaknya tidak tergigit oleh satu ekor nyamuk itu.

Pernahkan kamu melihat tangisan seorang mama yang jarinya berdarah sangat banyak karena berusaha membersihkan kepiting yang masih hidup untuk makanan favorit anaknya. Darahnya mengalir keras dan sampai berapa hari jarinya bengkak dan terasa linu.

Tidak pernahkah kamu melihat seorang mama tiba-tiba menangis saat tangannya yang terlatih merapikan kotak-kotak pakaian untuk kepergiannya besok dari kediaman anak perempuannya. Tangisannya sangat meluap namun ditahan.

Terpikirkah seorang papa yang sebenarnya merasa sangat tidak berguna saat anak laki-lakinya meminta untuk merayakan hari ulang tahunnya dengan mewah namun dia tidak mampu menggenapinya.

Sanggupkah kamu berpikir bahwa begitu sedihkah papa saat melihat anak laki-lakinya tidak menjadi seseorang yang menyenangkan di mata banyak orang. Hanya meminta menjadi orang yang ramah.

Dan, harus bagaimanakah aku menjadi seorang kakak saat mengetahui adiknya penuh dengan keangkuhan dalam hidupnya. Aku bicara, dia tak mendengar. Aku berteriak, dia pura-pura tidak mendengar. Aku menangis, dia hanya mendecak. Apa semuanya harus menghilang baru dia berkata terima kasih atas semuanya?



P.S : Aku pernah merasakan semua yang kamu rasakan, namun satu hal yang membuat kita berbeda. Karena aku bisa tersenyum dengan air mata penerimaan, berdoa, “terima kasih atas keluarga ini, para sahabatku, teman-temanku dan diriku.”


In My room & this tears, August 22, 2009

take a breath

Perhatikan sekelilingku, semuanya berdiri berbeda. Jika para ilmuwan melihatku maka kemungkinan mereka akan bertanya padaku, untuk apa kamu melakukan sesuatu yang sudah pasti tidak akan bisa bersatu. Aku sedang berusaha menyatukan kutub utara dengan kutub utara dua magnet yang ada di tanganku. Logikaku berucap tidak akan bisa namun hati kecilku bergumam mengapa tidak bisa. Apa karena mereka sama. Apa karena takdir yang memerintahkannya untuk tidak bersatu. Atau, mereka pernah mengikat janji untuk akan selalu saling menjauhi.

Lembar jawaban yang objektif bertuliskan true or false. True. False. Lembar kehidupan manusia juga bertuliskan, benar - salah, baik – buruk, indah – jelek, hitam - putih. Lalu mengapa ada kata ragu-ragu, sedang-sedang saja, lumayan, dan warna - warni.

Kutub negatif dan positif dalam peralatan elektronik. Aku mencoba menghubungkan yang positif dengan yang positif dan sebaliknya. Jawabannya tidak ada reaksi yang terjadi.

Aku ada di sini sedang menulis lembar ini karena papa dan mama. Jika papaku ada dua, hanya papa dan papa, apakah aku ada. Bila aku hanya punya dua mama, mama dengan mama, apakah aku nyata. Apa tanganku yang belajar menulis tentang apa yang aku pertanyakan dari awal sampai akhir itu ada.

Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaanku. Padahal sudah dua puluh tahun aku menjalani kehidupanku tapi semua orang hanya menerima semua hal itu dengan biasa-biasa saja tanpa ada yang berusaha mencari rahasia semua itu. Aku tidak mengatakan bahwa semua itu salah atau semua hal itu benar. Aku tidak juga bertanya pada dirimu mana yang benar dan yang tidak.

Bagaimana kamu akan tahu jawaban pertanyaan-pertanyaanku itu kalau dari tadi sampai sekarang saja kamu tidak menyadari bahwa semua pertanyaan itu tidak diakhiri dengan tanda tanya. Bagaimana kamu akan bertanya padamu kalau hal itu saja kamu tidak menyadarinya.

Aku bertanya pada dia yang menyadari tidak adanya tanda tanya. Kamu yang aku tanyakan, jangan merasa pintar karena menyadari bahwa semua pertanyaan tadi tidak menggunakan tanda tanya karena walaupun kamu menyadari itu, tidak berarti bisa menjawabnya. Mengapa. Karena tetap saja kamu akan mengambil hukum-hukum atau prinsip-prinsip orang-orang yang dahulu mempostulatkan kalimat-kalimatnya itu baru kamu menguraikannya berdasarkan itu.

Ambillah waktu sejenak saja, di manapun kamu berada saat ini. Berdirilah dan lihat sekelilingmu ada apa saja di sana. Jangan berkata tidak ada apa-apa. Bagaimana bisa ada di sana? Apa manfaat keberadaanya? Dan sudah berapa lamakah dia ada di dekatmu tapi tidak kamu sadari bahwa suatu waktu kamu dan dia akan berpisah? Apakah kamu yang pergi atau malah dia yang akan pergi darimu? Apa perasaanmu terhadapnya sekarang bila semua yang kamu lihat di sekelilingmu itu menjauh darimu, setiap yang kamu dekati karena baru saja menyadari keberadaanya, pergi, semua hilang begitu saja? Sampai tidak ada kesempatan sekejap saja untuk berkata kamu menyayangi para benda atau manusia yang ada di dekatmu itu.

Sekarang kamu juga tidak bertanya balik padaku. Mengapa semua pertanyaanku tadi tidak kuakhiri dengan tanda titik tapi dengan tanda tanya.

Bukan karena kamu bodoh.

Bukan karena kamu tidak proaktif.

Bukan karena kamu tidak teliti.

Bukan karena kamu adalah manusia biasa.

Bukan karena kamu tidak tahu.

Tapi karena tanpa tanda titik dan tanda tanya yang mengakhiri semuanya kamu tetap mearasakan bahwa kalimat itu memang sedang menanyakan sesuatu padamu. Tidak terlalu penting apa yang sudah digarisbesarkan di kehidupan ini karena semuanya akan kita tinggalkan, yang penting bahwa kita tahu apa makna dari semuanya ini.

Makna tentang waktu.

Makna tentang papa-mama.

Makna tentang sahabat.

Makna tentang air mata dan tawa.

Makna saat kamu tidak pernah menyadari aku tahu kamu ada untuk sesuatu yang lebih berharga. Tersenyumlah untukku yang tidak kamu kenal. Tersenyumlah penuh ketulusan saat kamu bertemu dirimu sendiri di dalam cermin dan mimpi.

Salam dari seseorang sahabat barumu. Aku.


on Friday, August 21, 2009 at 2:39pm

ck...ck...ck

Pukul . . .

Saat ini ditunjukkan oleh jarum pendek yang berada di antara angka enam dan tujuh, jarum yang lebih panjang darinya berayun berirama sealur dengan jarum ketiga yang dikenal dengan detikkannya. Tidak aku sebutkan waktu itu tepatnya jam berapa karena memang tidak ada jam yang tepat menunjukkan sesosok waktu, setiap jam diatur oleh setiap orang yang berbeda. Setiap orang berbeda menafsirkan waktu mereka. Ada yang suka dengan jam yang lebih cepat dibandingkan dengan waktu pada jam temannya dan juga ada yang memperlambat waktu pada jamnya. Entah untuk alasan apa. Semua orang berbeda. Dan salah satu hal yang tidak pasti bagiku di antara banyak ketidakpastian di hidupku adalah waktu.

Okay, sudah dulu untuk membahas masalah waktu. Yang pasti aku duduk di dipan yang berderik ketika aku mau menduduki dan bergerak sedikit saja di atasnya. Dipan itu hanya salah satu tempat duduk yang diperuntukkan oleh Omahyoga.Tempat yang sering aku kunjungi.

Omahyoga . . .

Terpikir sebagai suatu tempat untuk berelaksasi, iya kan? Hanya karena ada kata Yoga yang untuk masa sekarang katanya bisa membuat pikiran kita fresh. Yang pasti aku belum pernah mengikutinya. Kesimpulannya aku bukan di tempat yang menawarkan padaku kegiatan Yoga. Lebih pada menjadikanmu sebagai anggota yang mengasihi dan mencintai makhluk hidup yang lain selain makhluk yang mengaku memiliki akal budi namun selalu tak menyadari bahwa perilakunya lebih sering menunjukkan tidak berbudi. Contohnya aku. Tenang, aku tidak mengelak. Dan sekarang aku tertawa geli waktu menulis kalimat tadi. Kesadaran yang memalukan. Omahyoga menawarkan makanan yang tidak ada unsure Hewani. Rumah makan vegetarian. Aku menyukai tempat ini bukan karena aku juga vegetarian tapi aku mencoba untuk vegetarian. Coba cerna kalimat itu. Sudah? Mengerti? Aku juga tidak mengerti.

Geleng-geleng.

Begini, aku mempelajari sesuatu dari huruf kanji Cina. Pinyin itu adalah Rou chi rou. Yang artinya adalah daging makan daging. Aku belum pernah mendengar pengertian itu selain jeruk makan jeruk. Setelah ada beberapa teman yang menjelaskan padaku dari mulai bidang yang menyangkut perasaan menuju bidang science dan sampai pada tahap yang berbau rohani. Bagaimana perasaan ayam dan teman-temannya yang lain yang tidak bisa berkata pada kita rasanya disembelih? Apa sama sekali kita tidak ada perasaan bersalah? Pastinya aku ada perasaan bersalah. Lanjut pada berberapa pertanyaan menyangkut perasaan. Dilanjutkan pada tahap science, yang mengatakan bahwa struktur gigi dan usus kita sebenarnya menunjukan kita adalah herbivora.

Nah, sampai pada tahap dalam lingkupan rohani. Contohnya, dalam suatu paragraph dikatakan bahwa Tuhan memberikan kepada kita segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, itulah yang menjadi makanan kita. Tetapi pada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, diberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. Begitulah yang diperdengarkan padaku salah satu bagian dari paragraph mengenai Kejadian. Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku dan pastinya benakmu juga. Aku memahami segala yang dijelaskan oleh temanku. Setidaknya aku mencoba dan melakukannya. Sekaligus upaya untuk menghemat jatah uang bulanan anak kost sepertiku. Tak lupa juga menjadi keuntungan untukku menurunkan berat badanku. Aku rasanya mau tertawa saat menuliskan hal ini. Jadi ketahuan kalau aku sedikit kurus banyak gemuknya. Sekarang aku tak hanya mau tertawa tapi memang sedang tertawa.

By the way, makananku yang kuharapkan datang belum datang juga dan yang datang adalah satu laki-laki yang membawa gitarnya yang kupastikan itu tidak disetel dulu senarnya. Disusul seorang laki-laki lagi yang langsung berdiri disampingku dan mendoakanku supaya sukses tapi jika aku memberikannya uang minimal seribu. Itu yang bisa aku tangkap dari kalimat doanya. Aku tak merasa aku seorang artis tapi hari itu bisa dikatakan aku menjadi orang yang sering dikunjungi orang-orang dan sekarang yang berdiri di sampingku adalah seorang ibu yang menggendong anaknya menjulurkan tangannya ke arahku dan temanku yang posisinya duduk di hadapanku. Ndoel, biarkan aku perkenalkan nama temanku itu pada kalian. Sopan santun. Aku berpikir, apakah dengan aku pindah tempat duduk yang agak berada lebih dalam semuanya akan berkurang dan aku menjadi orang biasa bukan lagi seorang yang artis dalam pemaknaanku sendiri.

Pindah tempat duduk.

Baru sekitar beberapa detik duduk, sekarang tidak hanya orang-orang dewasa yang ingin bertemu denganku tapi seorang anak kecil menadahkan tangannya tepat di hadapan wajahku. Berlalu adik kecil, sekarang seorang yang laki-laki namun tidak suka saat dipanggil ‘mas’. Dengan pakaian rok pendek dan suara agak berat dia bernyanyi dan pada akhirnya tempat tadahan uang dari potongan bawah botol air mineral ditujukan sekarang bukan di depan wajahku tapi di antara mata kanan dan telingaku. Alhasil jika kuhitung dengan harga makanan yang kami pesan itu sudah bisa membayar setengahnya.

Kami pengunjung di sana khususnya aku dan Ndoel, bukannya tidak tulus, tapi sekarang aku bingung apakah aku bisa tenang karena dari sebelum makanan datang sampai makanan kami masuk semua ke dalam perut sesibuk itu pula tadahan-tadahan menghampiri kami. Bukan juga pelit tapi kami memang harus dengan tegas mengangkat tangan kami menandakan kami tidak bisa memberikan uang pada kalian. Akhirnya, perut kenyang namun hati tambah lapar sampai membuat pikiranku tenggelam antara gerbang emosi dan usaha penenangan diri dengan menyelami pemaknaan dalam kehidupan orang-orang tadi. Aku mengambil keputusan untuk cepat meninggalkan tempat itu dan terpaksa merebut waktu Ndoel yang sedang membaca majalah untuk segera ‘cabut’ dari tempat itu.

Aku perlu aroma terapi.

Aku ambil langkah-langkah memasuki suatu Plaza yang didalamnya aku yakin ada yang menjual aroma terapi, aku membutuhkannya. Setelah bertanya-jawab dengan penjualnya maka aku memutuskan untuk membeli aroma terapi yang bertuliskan MAC CHAMPA. Ku bawa pulang dengan perasaan agak tenang karena setelah sampai kos aku akan menaruhnya di atas tatakan kecil dan tiduran dengan aroma yang akan membawa pikiranku ke arah yang hanya bertuliskan bebas hambatan.

Di Kamar kos.

Dengan semangat ku taruh semua bunga kering yang beroma terapi itu dengan harapan yang besar bahwa akan aku dapatkan juga aroma yang semerbak. Tebak! Aroma itu hanya bisa tercium jika hidungku berjarak kira-kira 4cm dari benda itu. Oh! Aku mendapatkan diri bahwa sekarang aku tidak lagi berdiri di antara gerbang emosi dan gerbang penenangan diri tapi memang sudah masuk ke dalam dunia emosi. Aku emosi. Ku sadari mulutku bergumam tidak jelas. Sekarang aku berjalan terus menapaki jalur kepasrahan dengan didampingi setia oleh tawa kecil Ndoel yang melihatku di jalur kecewa.
Dasar nakal. Dia menertawaiku.

Hari ini berawal pada posisi dan ditengahi oleh asumsi lalu berakhir pada emosi. Melelahkan. Sadar, yang aku butuhkan hanya tidur.

Zzzzzzzzz . . .



on Thursday, August 20, 2009 at 11:12am

ck...ck...ck

Pukul . . .

Saat ini ditunjukkan oleh jarum pendek yang berada di antara angka enam dan tujuh, jarum yang lebih panjang darinya berayun berirama sealur dengan jarum ketiga yang dikenal dengan detikkannya. Tidak aku sebutkan waktu itu tepatnya jam berapa karena memang tidak ada jam yang tepat menunjukkan sesosok waktu, setiap jam diatur oleh setiap orang yang berbeda. Setiap orang berbeda menafsirkan waktu mereka. Ada yang suka dengan jam yang lebih cepat dibandingkan dengan waktu pada jam temannya dan juga ada yang memperlambat waktu pada jamnya. Entah untuk alasan apa. Semua orang berbeda. Dan salah satu hal yang tidak pasti bagiku di antara banyak ketidakpastian di hidupku adalah waktu.

Okay, sudah dulu untuk membahas masalah waktu. Yang pasti aku duduk di dipan yang berderik ketika aku mau menduduki dan bergerak sedikit saja di atasnya. Dipan itu hanya salah satu tempat duduk yang diperuntukkan oleh Omahyoga.Tempat yang sering aku kunjungi.

Omahyoga . . .

Terpikir sebagai suatu tempat untuk berelaksasi, iya kan? Hanya karena ada kata Yoga yang untuk masa sekarang katanya bisa membuat pikiran kita fresh. Yang pasti aku belum pernah mengikutinya. Kesimpulannya aku bukan di tempat yang menawarkan padaku kegiatan Yoga. Lebih pada menjadikanmu sebagai anggota yang mengasihi dan mencintai makhluk hidup yang lain selain makhluk yang mengaku memiliki akal budi namun selalu tak menyadari bahwa perilakunya lebih sering menunjukkan tidak berbudi. Contohnya aku. Tenang, aku tidak mengelak. Dan sekarang aku tertawa geli waktu menulis kalimat tadi. Kesadaran yang memalukan. Omahyoga menawarkan makanan yang tidak ada unsure Hewani. Rumah makan vegetarian. Aku menyukai tempat ini bukan karena aku juga vegetarian tapi aku mencoba untuk vegetarian. Coba cerna kalimat itu. Sudah? Mengerti? Aku juga tidak mengerti.

Geleng-geleng.

Begini, aku mempelajari sesuatu dari huruf kanji Cina. Pinyin itu adalah Rou chi rou. Yang artinya adalah daging makan daging. Aku belum pernah mendengar pengertian itu selain jeruk makan jeruk. Setelah ada beberapa teman yang menjelaskan padaku dari mulai bidang yang menyangkut perasaan menuju bidang science dan sampai pada tahap yang berbau rohani. Bagaimana perasaan ayam dan teman-temannya yang lain yang tidak bisa berkata pada kita rasanya disembelih? Apa sama sekali kita tidak ada perasaan bersalah? Pastinya aku ada perasaan bersalah. Lanjut pada berberapa pertanyaan menyangkut perasaan. Dilanjutkan pada tahap science, yang mengatakan bahwa struktur gigi dan usus kita sebenarnya menunjukan kita adalah herbivora.

Nah, sampai pada tahap dalam lingkupan rohani. Contohnya, dalam suatu paragraph dikatakan bahwa Tuhan memberikan kepada kita segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, itulah yang menjadi makanan kita. Tetapi pada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, diberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. Begitulah yang diperdengarkan padaku salah satu bagian dari paragraph mengenai Kejadian. Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku dan pastinya benakmu juga. Aku memahami segala yang dijelaskan oleh temanku. Setidaknya aku mencoba dan melakukannya. Sekaligus upaya untuk menghemat jatah uang bulanan anak kost sepertiku. Tak lupa juga menjadi keuntungan untukku menurunkan berat badanku. Aku rasanya mau tertawa saat menuliskan hal ini. Jadi ketahuan kalau aku sedikit kurus banyak gemuknya. Sekarang aku tak hanya mau tertawa tapi memang sedang tertawa.

By the way, makananku yang kuharapkan datang belum datang juga dan yang datang adalah satu laki-laki yang membawa gitarnya yang kupastikan itu tidak disetel dulu senarnya. Disusul seorang laki-laki lagi yang langsung berdiri disampingku dan mendoakanku supaya sukses tapi jika aku memberikannya uang minimal seribu. Itu yang bisa aku tangkap dari kalimat doanya. Aku tak merasa aku seorang artis tapi hari itu bisa dikatakan aku menjadi orang yang sering dikunjungi orang-orang dan sekarang yang berdiri di sampingku adalah seorang ibu yang menggendong anaknya menjulurkan tangannya ke arahku dan temanku yang posisinya duduk di hadapanku. Ndoel, biarkan aku perkenalkan nama temanku itu pada kalian. Sopan santun. Aku berpikir, apakah dengan aku pindah tempat duduk yang agak berada lebih dalam semuanya akan berkurang dan aku menjadi orang biasa bukan lagi seorang yang artis dalam pemaknaanku sendiri.

Pindah tempat duduk.

Baru sekitar beberapa detik duduk, sekarang tidak hanya orang-orang dewasa yang ingin bertemu denganku tapi seorang anak kecil menadahkan tangannya tepat di hadapan wajahku. Berlalu adik kecil, sekarang seorang yang laki-laki namun tidak suka saat dipanggil ‘mas’. Dengan pakaian rok pendek dan suara agak berat dia bernyanyi dan pada akhirnya tempat tadahan uang dari potongan bawah botol air mineral ditujukan sekarang bukan di depan wajahku tapi di antara mata kanan dan telingaku. Alhasil jika kuhitung dengan harga makanan yang kami pesan itu sudah bisa membayar setengahnya.

Kami pengunjung di sana khususnya aku dan Ndoel, bukannya tidak tulus, tapi sekarang aku bingung apakah aku bisa tenang karena dari sebelum makanan datang sampai makanan kami masuk semua ke dalam perut sesibuk itu pula tadahan-tadahan menghampiri kami. Bukan juga pelit tapi kami memang harus dengan tegas mengangkat tangan kami menandakan kami tidak bisa memberikan uang pada kalian. Akhirnya, perut kenyang namun hati tambah lapar sampai membuat pikiranku tenggelam antara gerbang emosi dan usaha penenangan diri dengan menyelami pemaknaan dalam kehidupan orang-orang tadi. Aku mengambil keputusan untuk cepat meninggalkan tempat itu dan terpaksa merebut waktu Ndoel yang sedang membaca majalah untuk segera ‘cabut’ dari tempat itu.

Aku perlu aroma terapi.

Aku ambil langkah-langkah memasuki suatu Plaza yang didalamnya aku yakin ada yang menjual aroma terapi, aku membutuhkannya. Setelah bertanya-jawab dengan penjualnya maka aku memutuskan untuk membeli aroma terapi yang bertuliskan MAC CHAMPA. Ku bawa pulang dengan perasaan agak tenang karena setelah sampai kos aku akan menaruhnya di atas tatakan kecil dan tiduran dengan aroma yang akan membawa pikiranku ke arah yang hanya bertuliskan bebas hambatan.

Di Kamar kos.

Dengan semangat ku taruh semua bunga kering yang beroma terapi itu dengan harapan yang besar bahwa akan aku dapatkan juga aroma yang semerbak. Tebak! Aroma itu hanya bisa tercium jika hidungku berjarak kira-kira 4cm dari benda itu. Oh! Aku mendapatkan diri bahwa sekarang aku tidak lagi berdiri di antara gerbang emosi dan gerbang penenangan diri tapi memang sudah masuk ke dalam dunia emosi. Aku emosi. Ku sadari mulutku bergumam tidak jelas. Sekarang aku berjalan terus menapaki jalur kepasrahan dengan didampingi setia oleh tawa kecil Ndoel yang melihatku di jalur kecewa.
Dasar nakal. Dia menertawaiku.

Hari ini berawal pada posisi dan ditengahi oleh asumsi lalu berakhir pada emosi. Melelahkan. Sadar, yang aku butuhkan hanya tidur.

Zzzzzzzzz . . .



on Thursday, August 20, 2009 at 11:12am

LETTER

Dear you who called friend.
There's secret i want to tell you.
The secret, there's no one know.

About the sky,,,
If we look at the sky, we can not feel anything.
But,
if we see it, we can feel a lot of love.
Do you believe me?

About the rainbow 'cai hong',,,
When we count it's colour, we only have one feel.
But,
when let the rainbow put it self into our life, we can have this life forever.
Do you feel like me?

About the time 'dian',,,
I run into the time, zero… i don't have it.
So...
now i'm sitting and let’s the time giving me
the best thing for me...
The best thing is 'i'm still alive'.
Do you want it?

Just be a great care giver for the people, animal, flower until the thing and you feel it.

Dear me who called Awei…
Don’t change your mind, Wei

Thursday, August 20, 2009 at 10:59am

MON

Maria…Ave Maria…

Menandakan tanganku akan terbangun lalu menyambar suatu alat bernilai tidak lebih dari enam ratus ribu rupiah, berwarna hitam dengan tombol berwarna hijau, merah dan banyak tombol yang berangka nol sampai sembilan seperti kalkulator yang tidak mengikutsertakan sin, cos, tan dan berbagai constanta science lainnya. Namun tanganku memilih untuk tombol hijau. Hanya dengan menekan tombol hijau itu tersambunglah dua orang yang dipisahkan oleh selat sunda. Mama-aku. Berbeda pulau. Melewati beberapa propinsi. Bangka Belitung-DIY. Pangkalpinang(nama kerennya Pinkong City)-Yogyakarta(nama bekennya Kota pelajar). Dan berakhir di jalan Bukit Intan – dan ragaku baru saja bangun di jalan paingan yang terkenal dengan belakangnya perumahan Elite Casa Grande.

Halo…Kusapa dengan jiwa yang masih harus aku kukumpulkan karena sebagian masih dalam alam mimpi tak berbentuk. Seharusnya kuucapkan juga selamat pagi. Tapi tidak kulakukan. Tak terbiasa dalam kamus orang tuaku. Jadi tak kulakukan.

Pembicaraan yang mengambil tema pernikahan, tiket, dan Bali. Berakhir pada perkataanku yang sedang berpikir rasional karena aku belum mendapat ijin dari dosenku untuk meloloskan diri dari acara pembekalan KKN tanggal 11-12 Juni 2009. Pernikahan kakak sepupuku terjadi pada dua sepupu menyimpulkan bahwa terjadi bookingan pernikahan dua kali untuk aku hadiri. Tanggal 7 Juni dan 14 Juni. Pastinya 2009 di Jakarta. Setidaknya harus kulewati lagi kurang lebih dua propinsi untuk sampai di Jakarta. Jawa tengah – Jawa Barat. Bali, tiket yang telah dipesan oleh kakak sepupuku juga tapi bukan yang menikah untuk sekadar mengisi waktu jenuh di antara dua pernikahan itu. Tiket sudah dibeli walau kepastian dosen belum kudapati. Pasrah akan hangusnya tiket perjalananku jika dosen berkata tidak. Jam 12 nanti janji bertemu dengannya untuk tahu apakah tiket Baliku hangus atau tertelan oleh kehadiranku di tanah Bali.

Kupaksa angkat tubuhku yang kian melar dari hari ke hari. Entah apa karena sugesti karena kemarin tidak fitness atau memang aku terlalu sadar karena beratku enam puluh lebih sedikit. Jangan percaya akan kata sedikitku tadi. Menyambar gayung, bergerak menuju tempat yang paling kusukai untuk merenung. Kamar mandi. Bilik termenung. Air yang terbuang beberapa gayung, beberapa cc sabun yang akhirnya membentuk gelembung sabun membuatku terkenang akan mata kuliah tegangan permukaan oleh karena adanya pengaruh kohesi dan adhesi. Tema yang juga judul skripsi yang harus kuselesaikan.

Jam menunjukkan pukul 09.13. Rell…Rell…Firella Tanshella…

Suara yang paling exist kudengar dalam keseharianku. Deasy. Berteman dengannya memiliki banyak keuntungan yang sebanding dengan menonton TV kisaran jam ibu-ibu rumah sebelah. Orang yang paling update akan berita-berita dari mulai selebritis sampai penjagal nyawa makhluk hidup yang bernama manusia. Untuk semua berita-berita itu lebih aku kenal dengan sebutan gossip. Ku hentakkan kakiku dengan berikrar pada gaya gravitasi untuk menuruni tangga boardinghouseku alias kost. Dan tak mengucapkan selamat pagi. Tujuan utama adalah perpustakaan. Begitu banyak buku yang kami berdua pinjam. Tak kusalahkan jika IP-ku menunjukkan angka 3 ke atas tapi akan kupersalahkan jika menyimpulkan buku-buku itu aku baca dan pahami. Tidak. Cuma sebagai pegangan yang menganggur dan berkerja aktif jika dosen berkata untuk membuka halaman sekian dan sekian. Batas pengembalian buku yang terlambat dan dikenai denda. Keterlambatanku dan keterlambatan Deasy, keterlambatan kami yang disadari menunjukkan jumlah hari sebanyak 317 hari. Hari dikalikan dua ratus rupiah. Bernilaikan Rp 63.400,- . Denda yang harus kami berdua bayar yang juga sebanding dengan creambath untuk dua orang di salon samping kampus. Mungkin masih ada kembaliannya. Tapi kenyataannya kami habiskan untuk denda.

Jam pagi berganti jam siang. Menandakan matahari meninggi. Padahal Bumi yang berputar. Mengarahkan laju pikiranku untuk makan siang walaupun tidak diawali dengan makan pagi. Deasy sudah pulang dari tadi dan aku sendiri. Jangan terburu-buru mengasihaniku. Makan sendiri paling aku sukai. Mungkin terbiasa. Pastinya terbiasa. Dompet berbicara lain soal makanan. Karena ini jaman yang tidak mungkin lagi untuk berburu dan makan dengan tidak memakai alat tukar yang berbahan kertas dan logam, bertuliskan angka, bergambar, dan yang terpenting terbalut benang pengaman yang menyatakan kertas ini sebagai lembaran yang sah untuk jual beli dari yang bernyawa sampai yang memang tidak bernyawa. Uang.

Pertemuan dengan dosen menemui jawaban akan pengijinan yang ia keluarkan untukku. Bali tunggu aku. Tiket sebagai jelmaan uang tidak jadi hangus. Lega.

Selesai menukarkan uang untuk makan. Berpikir keras untuk segera angkat berdiri menjauh dari tempat dudukku dan berkendara pulang. Motor dengan plat nomor BN. Motor dari Bangka. Saat kusiap berkendara mataku tertuju pada speedometer. Bukan, bukan speedometer karena belum ada pergerakan motorku terhadap tempat motorku terparkir. Agak ke sebelah kanan, jarum penunjuk berisyarat seakan-akan dia tahu aku pasti mengerti isyaratnya sekalipun aku tidak pernah belajar bahasanya. Jarum penunjuk berada di huruf yang paling tidak diminati oleh banyak mahasiswa selain F, D dan C. Dia adalah E. Artinya aku harus menunggangi motorku menuju tempat yang berwarna merah dan putih dengan seragam pegawainya bertuliskan ‘Pasti Pas’ dan dilarang merokok. Mengisi bensin. Usai mengikuti pengaplikasian mata pelajaran PPKN yang selama ini kuterima. Antri untuk bahan bakar motorku, aku pulang dengan kelelahan dan kuambil inisiatif untuk berbaring dan akhirnya kebablasan. Ngorok. Tidak. Aku belum pernah ngorok. Belum pernah dengar langsung maksudku.

Detik menjadi menit pada hitungan keenam puluh dan berganti jam pada hitungan keenam puluh juga berdiam diri melihatku terkapar dengan wajah lugu tak berdaya. Entah ke mana perginya jiwaku.

Drrrrr….drrrrr….drrrrr

Itulah efek yang ditimbulkan oleh handphone yang ku aktifkan profil ‘silent’. Di menit awal pendengaranku akan getarannya, namun hanya sebentar. Ternyata alarm. Sejenak aku memusatkan pikiranku yang masih terhanyut oleh kantuk. Apa tanda alarm ini. Karena aku terlalu pintar maka kuambil langkah yang sigap dan cepat ke arah bilik termenung untuk mencuci muka serta gosok gigi. Aku mau pergi cari makan. Itulah alasan alarmku berbunyi. Dompetku berbunyi sendu lagi.

Menjelang pukul 11 malam.

Tek.Tik. Cek. Gek. Tik…

Sebuah ritual sehari-hari yang harus dilakukan sebagai refleksi kehidupanku setiap hari. Ketikan yang terlatih pada keyboard komputerku. Sekaranglah kutulis semua yang terjadi hari ini tertanggal 3 Juni 2009. Dan jika ditanya apa judul untuk cerpen hidup hari ini, dengan tegas kusebutkan ‘ Uang ‘. Judulnya Uang. Dari semua keseharian yang telah kulewati hari ini, dari pagi sampai malam hari, semuanya berpautan mesra dengan uang. Dan aku tahu mengapa aku mencetak begitu banyak angka di menit dan pernah sampai jam hanya untuk berada di kamar mandi kostku karena di sanalah aku dapat sejenak berbaikan dengan namanya ‘uang’.

Bilik termenungku.

on Friday, August 14, 2009 at 12:47pm